JAKARTA, (Tribunekompas)
By: Anto.
- Polisi masih mengembangkan keterlibatan empat perusahaan manajemen investasi (MI) pada perkara korupsi PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo), perusahaan asuransi milik negara, sebesar Rp 439 miliar. Selain memeriksa 30 saksi, Polda Metro juga berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan, Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK).
Kabidhumas Polda Metro Jaya, Kombes Baharudin Djafar menyatakan, kepolisian masih mengembangkan kasus hilangnya dana Askrindo pada sejumlah perusahaan manajer investasi.
“Kita telah mengumpulkan keterangan dari empat perusahaan manajer investasi. Hasil dari pemeriksaan keempat perusahaan tersebut akan menjadi bahan untuk mengembangkan kasus ini,” ujarnya.
Menurutnya, pemeriksaan terhadap empat perusahaan investasi dilaksanakan marathon sejak 22 Agustus. Pemeriksaan dilakukan terhadap pejabat setingkat manajer.
Ia menolak menyebut hasil pemeriksaan secara terperinci. Alasannya, hasil pemeriksaan akan dijadikan bahan untuk mengembangkan perkara ini.
Saat disinggung mengenai dugaan keterlibatan orang dalam Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK), dia menyatakan, penyidikan kepolisian belum sampai ke arah sana. “Kami masih mengumpulkan keterangan pihak luar Bapepam dulu. Belum sampai ke tahap itu,” ucapnya.
Pengungkapan kasus ini, lanjut Baharudin, dilakukan hati-hati. Polisi, menurut dia, selain mendasarkan proses pengembangan perkara lewat data hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), juga mengorek keterangan dari sejumlah saksi.
“Sejauh ini sudah ada 30 saksi yang dimintai keterangan. Termasuk dua saksi ahli,” tandasnya. Dua saksi ahli tersebut berasal dari Biro Pengelolaan Investasi dan Biro Transaksi Lembaga Efek Bapepam.
Kasubdit Tipikor Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, AKBP Ajie Indra menambahkan, tidak tertutup kemungkinan hilangnya dana Askrindo dipicu kelalaian pihak Bapepam “Jadi, tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka dari Bapepam LK,” imbuhnya.
Dugaan keterlibatan orang dalam Bapepam, jelasnya, didasari atas kekurang hati-hatian mengawasi pasar modal. Apalagi, sambungnya, kejanggalan kasus ini terlihat dari laporan Bapepam.
“Penyelewengan yang dilaporkan Bapepam terjadi pada 2008. Padahal, dugaan penyelewengan sudah terjadi sejak 2004,” tandasnya.
Dugaan atas ketidakcermatan tersebut, lanjutnya, membuat kepolisian lebih intensif melakukan penelusuran. “Kami terus mengembangkan penyidikan kasus ini,” imbuhnya. Dia menjelaskan, untuk memastikan dugaan penyimpangan dana Askrindo alias menelusuri aliran dana perusahaan asuransi milik negara itu, kepolisian telah berkoordinasi dengan PPATK.
Dari koordinasi dengan PPATK, penyidik Polda mendapatkan data mengenai sejumlah transaksi mencurigakan. Namun, dia menolak merinci data PPATK tersebut.
Menurut Ajie, dari keterangan pihak Bapepam dan saksi-saksi yang telah dihimpun jajarannya, pada 2007 terjadi pentransferan dana sekitar Rp 500 miliar dari rekening deposito Askrindo di sebuah bank BUMN ke lima perusahaan manajemen investasi. Namun tak lama, dana itu kembali ditransfer ke rekening Askrindo.
“Kami sedang mengembangkan penyidikan terkait indikasi pencucian uang,” ucapnya.
Laporan Bapepam ke kepolisian, sambungnya, menyatakan ada penempatan dana investasi yang tidak sesuai undang-undang. Disebutkan, Askrindo menghimpun dana nasabah untuk diinvestasikan lagi ke perusahaan investasi. Namun, bentuk investasi itu dinilai menyalahi aturan.
Dugaan penyalahgunaan oleh Askrindo dilatari penempatan investasi dalam bentuk repurchase agreement (repo), kontrak pengelolaan dana (KPD), obligasi, dan reksa dana. Padahal, timpal Baharuddin, jenis-jenis investasi tersebut terlarang bagi Askrindo.
Dia menyebutkan, investasi melalui KPD dilakukan sejak 2005, sedangkan repo sejak 2008. Kedua praktik investasi tersebut mulai teridentifikasi oleh Bapepam pada 2008-2010. Askrindo juga diketahui memiliki investasi berupa obligasi dan reksa dana berdasarkan laporan keuangan Askrindo tahun 2010 yang telah diaudit. Namun, berdasarkan pemeriksaan Bapepam-LK pada awal 2011, Askrindo tidak dapat membuktikan kepemilikan beberapa obligasi dan reksa dana.
Berdasarkan keterangan saksi-saksi, lanjut Baharuddin, diperoleh keterangan, penempatan investasi dalam berbagai bentuk tersebut dilakukan lewat enam perusahaan manajemen investasi. Enam perusahaan itu masing-masing PT Harvestindo Asset Management, PT Jakarta Investment, PT Reliance Asset Management, PT Batavia Prosperindo Financial Services, dan PT Jakarta Securities.
“Kami masih memfokuskan penyelidikan dan penyidikan pada empat perusahaan. Belum ada penambahan tersangka kasus ini. Masih dua tersangka dari Askrindo,” imbuhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar