JAKARTA, (Tribunekompas)
By: Parman.
- Pemerintah DKI dituding tidak transparan menertibkan berbagai spanduk yang terkesan mengotori wajah Ibu kota. Spanduk Fauzi Bowo sendiri bahkan lolos dari penertiban satuan polisi (Satpol) Pamong Praja (PP).
Indonesian Bureaucracy and Service Watch (IBSW) atau Pemantau Birokrasi dan Pelayanan Publik Indonesia mendesak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bertindak tegas menegakkan aturan. Terutama aturan terkait spanduk dan reklame, dan tidak pandang bulu, termasuk terhadap spanduk dan reklame yang memuat Gubernur incumbent DKI Jakarta Fauzi ‘Foke’ Bowo.
“Penertiban Pemprov DKI Jakarta terhadap spanduk-spanduk para bakal calon Gubernur Provinsi DKI Jakarta yang bersiap meramaikan bursa Pilkada DKI Jakarta 2012 merupakan pelanggaran prinsip jujur dan adil,” kata Ketua IBSW Nova Andika, di Jakarta.
Menurutnya, ketidakadilan itu sangat nampak dengan ditertibkannya spanduk dari calon lain. Sedangkan spanduk-spanduk yang berisi pesan-pesan dari Gubernur incumbent Fauzi Bowo tidak ditertibkan. Padahal spanduk Bang Kumis--julukan Foke--tersebut sangat kuat berisi sosialisasi kepentingan politik, meski berisi tentang pesan moral dan himbauan.
Diungkapkannya, awal Agustus 2011 diketahui, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) sudah menertibkan sedikitnya 9.647 spanduk yang dianggap liar dan kebanyakan spanduk berisi pesan dari para kandidat Gubernur Provinsi DKI Jakarta menjelang Pilkada 2012.
Biasanya, spanduk-spanduk itu ditemukan pada sejumlah persimpangan dan perempatan jalan di lima wilayah Jakarta. Yang mengundang keprihatinan banyak pihak, meski telah dilakukan penertiban, tampak spanduk yang ditertibkan adalah semua spanduk yang notabene merupakan calon pesaing Foke.
“Pemprov DKI Jakarta tidak fair menindak pelaku pelanggaran terkait spanduk dan reklame serta jelas sarat kepentingan gubernur incumbent, walaupun spanduk, baliho maupun banner Foke isinya berkaitan jabatannya selaku Gubernur DKI Jakarta. Inilah yang sangat kami sayangkan. Ini juga menunjukkan Pemprov DKI Jakarta belum optimal menanganinya,” tandasnya.
Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna menilai, ini adalah bentuk kampanye tersembunyi atau curi start. Menurutnya, harus dilihat apakah sudah ada keputusan resmi dari Komisi Pemilihan Umum Daerah atau apakah sudah ada pernyataan resmi dari partai politik asal calon. “Setahu saya keduanya belum ada,” katanya.
Jika mendahului peraturan resmi, menurut Yayat, Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) sepatutnya menertibkan reklame dan spanduk yang menampilkan bakal calon gubernur. “Kalau itu merupakan iklan produk, ya mungkin tidak bermasalah. Tapi ini kan bukan. Mari kita lihat keberanian Satpol PP menertibkannya,” lanjut Yayat.
Menurut Yayat, warga DKI tidak membutuhkan bentuk kampanye melalui pemasangan wajah bakal calon gubernur di ruas jalan. Kampanye untuk warga DKI akan efektif dengan menampilkan kinerja dan kesuksesan.
“Jangan pencitraan saja dengan menjual gambar, tetapi juga visi misi dan program kerja yang akan dilakukan. Bisa juga keberhasilan yang pernah dicetak. Warga DKI tidak butuh pepesan kosong, tapi butuh pemimpin yang bisa menegakkan aturan yang ketat dan menyeluruh,” tandasnya.
Nova juga menyinggung soal kegagalan Fauzi Bowo dalam menyejahterakan warga Jakarta dan tak mampu menyelesaikan masalah banjir, kemacetan kendaraan akibat tidak tuntasnya pembangunan transportasi massal dan problema sosial akut. Seperti tawuran warga Johar Baru dan Manggarai.
Tingginya angka pengangguran dan semakin maraknya gelandangan dan pengemis, jelasnya lagi, selayaknya dapat meredakan ambisi Fauzi Bowo untuk kembali memimpin Provinsi DKI Jakarta periode 2012-2017. Dan tidak cukup hanya dengan menyampaikan pesan melalui pemasangan spanduk/banner saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar