JAKARTA, (Tribunekompas)
By: Anto.
- Mabes Polri menetapkan dua tersangka kasus korupsi di Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas). Bersama Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kepolisian melacak dugaan penyimpangan aliran dana Rp 142 miliar.
Dugaan korupsi dalam proyek pengadaan alat bantu, sarana dan prasarana pendidikan di sejumlah provinsi di Tanah Air ini, disampaikan Direktur Tindak Pidana Korupsi (Dir Tipikor) Bareskrim Polri Brigjen Ike Edwin.
Ketika ditanya mengenai perkembangan penanganan kasus itu, dia menyatakan, pihaknya masih menyelesaikan perkara tersebut. “Kami masih mengembangkan penyidikan kasus ini,” ujar bekas Kapolres Jakarta Pusat ini.
Guna memastikan dugaan korupsi pada proyek di Kementerian Pendidikan Nasional ini, lanjut Ike, kepolisian berkoordinasi dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan. Menurut dia, data sementara BPKP menyebutkan, dugaan penyelewengan keuangan negara dalam perkara ini mencapai 142 miliar rupiah.
“Angka tersebut masih belum final. Masih dalam pengembangan dan pemeriksaan intensif,” ucap dia.
Ketika ditanya mengenai kabar adanya dua tersangka dalam kasus ini, Ike membenarkan hal tersebut. “Benar, sudah ada dua tersangka. Mereka adalah pejabat pembuat komitmen proyek tersebut,” kata bekas Kapoltabes Surabaya, Jawa Timur ini.
Kendati begitu, Ike masih belum mau menyebutkan identitas kedua tersangka itu. Dia beralasan, kasus tersebut masih dalam proses pengembangan penyidikan. Perkara ini, menurutnya, tengah dikembangkan ke berbagai daerah. Bermodal alasan itu, dia menolak penilaian bahwa kepolisian sangat lambat menangani kasus korupsi di Kemendiknas yang diduga melibatkan bekas Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin ini.
Dari data sementara yang dihimpun kepolisian, menurut Ike, diduga terjadi manipulasi pada proyek Kementerian Pendidikan Nasional di 16 provinsi. Pemeriksaan terhadap sejumlah saksi dan dokumen proyek ini, lanjut dia, tengah dilakukan jajarannya.
Ia pun membantah kabar bahwa kepolisian diintervensi pihak tertentu dalam menangani perkara dugaan korupsi di Kementerian Pendidikan Nasional yang menyeret nama bekas Bendahara Umum Partai Demokrat tersebut.
“Tidak ada intervensi. Penyidik profesional dalam menangani perkara. Hanya saja, kami perlu waktu untuk meneliti dan menindaklanjuti kasus ini,” alasan dia.
Menurut Kepala Divisi Humas Polri Irjen Anton Bachrul Alam, meski perkara tersebut juga ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Mabes Polri tetap menindaklanjuti temuan-temuan yang ada.
“Kami tetap menindaklanjuti penanganan kasus ini. Koordinasi Polri dengan KPK yang menangani kasus tersebut terus dilakukan. Artinya, tidak ada gesekan dalam penanganan perkara ini,” ujar bekas Kapolda Jawa Timur.
Anton menambahkan, pemeriksaan saksi-saksi kasus ini juga terus dilakukan Badan Reserse dan Kriminal Polri. Sedikitnya, menurut Anton, sudah ada sekitar 50 saksi yang dimintai keterangan. Akan tetapi, dia mengaku belum bisa menguraikan siapa saja saksi-saksi tersebut dan siapa saja dua tersangka yang telah ditetapkan Bareskrim.
Anton mengklaim, sebelum Komisi Pemberantasan Korupsi menindaklanjuti kasus tersebut, kepolisian telah lebih dahulu menanganinya. Akan tetapi, dia beralasan, penanganan kasus tersebut dilakukan Polri secara tertutup. Tertutupnya proses penyelidikan dan penyidikan kasus tersebut, menurut dia, semata-mata agar orang-orang yang terlibat tidak kabur serta bukti-bukti perkara ini tidak hilang.
Tidak Selesai Ditangani Polri
Eva Kusuma Sundari, Anggota Komisi III DPR
Kalangan DPR menilai, lambannya penanganan kasus dugaan korupsi di Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) bikin posisi Polri semakin terpojok di mata masyarakat.
Lantaran itu, anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari mengingatkan, kekecewaan masyarakat yang terus menumpuk terhadap kepolisian, bakal jadi bumerang Polri untuk meningkatkan citranya sebagai pengayom dan pelindung masyarakat.
“Sudah seharusnya Polri tidak hanya mengoptimalkan pemberantasan tindak pidana umum. Penanganan perkara korupsi, khususnya menyangkut perkara korupsi kakap juga harus bisa ditingkatkan. Coba kita tanya, perkara korupsi di Kemendiknas ini sudah berapa lama ditangani kepolisian, kok tidak selesai-selesai,” tandasnya.
Menurut Eva, sebagai alat penegak hukum, Polri hendaknya bisa menjalankan peran dan fungsinya secara optimal, terutama dalam menangani kasus-kasus korupsi yang besar seperti perkara ini.
“Kepolisian saat ini berada dalam masalah yang sangat besar. Kita lihat saja, dalam penanganan perkara-perkara korupsi, Polri selalu jauh tertinggal dibandingkan dengan KPK,” ujar Eva.
Menurut dia, speed atau kecepatan Polri dalam menyelesaikan perkara-perkara korupsi besar semakin lambat. Kata Eva, mundurnya prestasi kepolisian dalam menindaklanjuti kasus-kasus korupsi dilatari berbagai macam faktor. Salah satu kendala menuntaskan perkara korupsi besar seperti kasus di Kemendiknas ini, lanjut Eva, adalah faktor kepemimpinan.
Kepemimpinan Kapolri saat ini, nilai Eva, masih menunjukkan sejumlah titik lemah. Adanya celah seperti kurang cepat merespon penanganan perkara korupsi besar yang masuk, semakin diperparah minimnya sumber daya manusia (SDM) yang handal.
“Ini harus segera diperbaiki bila Polri tidak ingin terjebak politisisasi dari pihak luar,” saran politisi asal Jawa Timur ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar