JAKARTA, (Tribunekompas)
By: Anto.
- Setelah meninggalkan Indonesia lebih dari 10 tahun, bekas Duta Besar Australia untuk Indonesia John McCarthy kembali ke tanah air. Tapi bukan sebagai dubes, melainkan untuk menghadiri Australia-Indonesia Dialogue (IAD) yang pertama.
Apalagi saat ditanya mengenai Indonesia saat ini. McCarthy mengaku terus mengikuti perkembangan situasi politik di tanah air karena Indonesia merupakan salah satu mitra penting Australia di Asia maupun dunia. Namun, dia memberikan pujian tinggi terhadap apa yang telah dilakukan SBY selama beberapa tahun belakangan dalam aksi penumpasan terorisme.
“Ada pengurangan aktivitas teroris di Indonesia dalam lima tahun terakhir. Saya pikir penumpasan teroris di Indonesia sangat baik dan penanganannya cukup cepat. Berbeda dengan beberapa negara di Timur Tengah, di mana terorisme masih tumbuh dengan subur,” tutur pria yang ngepos di Jakarta pada 1998-2001 itu.
Atas kesempatan yang diberikan Australia kali ini, McCarthy mengaku sangat senang, karena bisa kembali ke negeri ini. Dia mengaku masih harus belajar lagi tentang negeri ini. Pasalnya semenjak kepergiannya, Indonesia sudah banyak mengalami perubahan.
“Saat saya di sini pada awal era reformasi, kondisinya sangat sulit karena negara ini mulai mengalami perubahan besar, terutama pasca kejatuhan Presiden Soeharto. Kondisi ini juga sempat mempengaruhi hubungan bilateral antara Indonesia dan negara-negara lain,” kisahnya.
McCarthy, yang saat ini berkiprah sebagai National President Australian Institute of International Affairs, mengatakan pentingnya dialog kedua negara. Menurut McCarthy, dari dialog ini masyarakat Australia dan Indonesia dapat lebih sadar dengan perubahan yang terjadi.
“Karena ada pertukaran ide tentang hal-hal yang belum pernah dibahas antara Indonesia dan Australia,” terangnya.
IAD adalah sebuah pertemuan delegasi dua negara. Pesertanya beragam. Dari politisi, para pebisnis serta ilmuwan bisa membagi idenya di sini demi kemajuan hubungan kedua negara di masa yang akan datang.
“Sebelumnya Australia pernah mengadakan dialog serupa seperti sekarang, tetapi ruang lingkup dialog sebatas dunia bisnis, antara universitas dan think tank saja. Saya rasa dialog ini memiliki jangkauan yang lebih luas,” terangnya.
Tak lupa dia mencontohkan dengan pengalaman pribadinya. “Saat saya kembali lagi ke negara ini 10 tahun kemudian, saya melihat adanya perubahan yang sangat besar. Dengan desentralisasi dan konstitusi baru. Perubahan itu terjadi sangat cepat dan signifikan,” ucapnya.
“Jika kita melihat kembali ke belakang, banyak sekali kemungkinan kedua negara bentrok satu sama lain. Ini berarti ada kebiasaaan Autralia melihat Indonesia sebagai negara yang berpandangan lama (old fashioned). Australia tidak mengerti perubahan yang terjadi di Indonesia begitu juga sebaliknya,” katanya.
McCarthy juga mengenang masa-masanya di Indonesia. Meski saat dia bekerja dulu Indonesia tengah menghadapi sebuah masalah besar di dalam pemerintahannya, McCarthy mengaku enjoy di sini. Bertugas di Jakarta baginya adalah pengalaman yang tidak dapat dilupakan.
“Saya berada di sini pada era empat presiden, yaitu Soeharto, B.J. Habibie, Gus Dur dan Megawati. Namun, saat saya masih bekerja di sini, Megawati masih menjabat sebagai Wakil Presiden. Saya pikir ini pengalaman yang sangat bagus,” bangganya.
“Selain itu, karena situasinya cukup sulit pada awal era reformasi, saya harus bekerja intens untuk membangun hubungan kuat antara kedua negara. Menang pengalaman yang sangat berharga,” kenang pria yang pernah bertugas di Vietnam, Meksiko, Thailand, Amerika Serikat, Jepang dan India itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar