JAKARTA, (Tribunekompas)
By: Anto.
- Tiga hakim yang diduga melakukan pelanggaran berat kode etik dan pedoman perilaku hakim terancam dipecat melalui Majelis Kehormatan Hakim (MKH) dalam waktu dekat.
Salah satu yang akan kena penalti adalah DD, yakni hakim yang bertugas di Pengadilan Negeri Kupang dan saat ini pindah tugas ke Pengadilan Negeri Yogyakarta.
Mengapa DD akan dipecat? Hakim yang satu ini, bisa jadi, tidak tahan godaan uang. Saat menangani perkara korupsi di Pengadilan Negeri Kupang, DD diduga menerima uang dan tiket pesawat dari terdakwa. DD direkomendasikan Komisi Yudisial (KY) untuk diberhentikan permanen.
“Dari KY ada rekomendasi agar Majelis Kehormatan Hakim memberhentikan satu hakim secara tetap, yaitu DD. Dia hakim dari Kupang yang terima tiket pesawat dan uang dari terdakwa. DD sekarang bertugas di Yogyakarta,” ujar Wakil Ketua Komisi Yudisial Imam Anshori Saleh, kepada Tribunekompas kemarin.
Dijelaskan Imam, DD menangani sebuah perkara korupsi di Pengadilan Negeri Kupang. Saat itulah DD diduga menerima uang serta tiket pesawat dari tersangka.
“Iya, DD itu adalah hakim yang menangani perkara korupsi. Kasus itu diadili di pengadilan negeri, bukan di Pengadilan Tipikor,” ujarnya.
Dalam perkara itu, terdakwa yang memberikan uang kepada DD didakwa melakukan tindak pidana korupsi uang pembangunan. “Terdakwa diduga menilep uang proyek pembangunan. Itu saja yang saya tahu. Selebihnya saya tidak buka,” ujar Imam.
Kata Imam, dalam menangani perkara yang bukan kasus korupsi pun, DD tidak sungkan bertemu terdakwa di luar sidang. Sehingga, diduga, sudah banyak perbuatan hakim DD yang termasuk pelanggaran disiplin berat.
Perbuatan DD itu, menurutnya, tidak hanya melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim, tetapi sudah terindikasi tindak pidana. Namun, urusan pidana selanjutnya menjadi proses tersendiri, bukan dalam ranah KY.
“Urusan pidananya itu terserah MA, apa cukup diadili dari segi etik atau dipidanakan. Ranah KY hanya pengawasan dan pemberian sanksi yang menyangkut etika. KY tidak berwenang adukan pelanggaran pidananya,” ujar Imam.
Rekomendasi KY untuk pemecatan kepada hakim DD saja. Sedangkan dua hakim lainnya yang juga terancam dipecat adalah rekomendasi MA.
Juru Bicara Komisi Yudisial Asep Rahmat Fajar merinci, dalam waktu dekat ini akan ada sidang MKH untuk tiga hakim. Yakni, hakim di Pengadilan Negeri Yogyakarta DD, hakim di Pengadilan Negeri Jawa Barat DN dan hakim di Pengadilan Negeri Aceh JP. Rekomendasi untuk mereka adalah pemberhentian tetap.
Menurut Asep, majelis hakim yang akan menyidangkan tiga hakim tersebut sudah ditetapkan. Sekadar mengingatkan, MKH terdiri dari tiga hakim MA dan empat dari KY. “Waktu pasti sidangnya masih dikoordinasikan KY dan MA, tetapi dalam waktu dekat ini,” ujarnya.
Kata dia, tiga hakim itu diduga melakukan pelanggaran berat atas kode etik dan pedoman perilaku hakim. “Makanya rekomendasinya pemberhentian tetap. Dari tiga hakim itu, satu orang adalah rekomendasi dari KY dan dua orang dari MA,” ujar Asep.
Ketua Makamah (MA) Agung Harifin Tumpa mengatakan, MA akan melakukan upaya yang tegas dan sesuai koridor dalam pengawasan hakim. Tiga hakim yang sudah masuk ke tangan MA itu pun sedang dipersiapkan untuk segera masuk ke sidang Majelis Kehormatan Hakim.
“Tahun ini ada dua atau tiga hakim yang akan dipecat. Satunya atas rekomendasi KY,” ujar Tumpa seusai mengikuti pelantikan hakim agung di Gedung Mahkamah Agung, kemarin.
Menurut Tumpa, MA akan menindak hakim-hakim yang bersalah dan memberikan sanksi sesuai jenis kesalahan yang terbukti dilakukan. “Ada sanksi administratif, ada yang di-nonpalukan dan ada juga yang diberhentikan. Yang ditindak tahun ini tidak sampai 50 hakim. Dibanding tahun lalu ada sampai 115 hakim. Mudah-mudahan tidak kian bertambah hakim yang bermasalah,” harap Tumpa.
Mesti Terbuka Kepada Publik
Benjamin Mangkoedilaga, Bekas Hakim Agung
Pemecatan tiga hakim yang terbukti melakukan pelanggaran berat disambut baik bekas hakim agung Benjamin Mangkoedilaga.
“Bagus itu. Memang harus tegas terhadap hakim-hakim yang nakal. Tetapi, proses persidangan MKH-nya harus terbuka,” ujarnya ketika dikontak Tribunekompas, kemarin.
Menurut Benjamin, pemecatan hakim bermasalah merupakan salah satu terapi yang sangat penting untuk menjaga keluhuran dan kehormatan hakim dan peradilan. “Semua perilaku mereka dan pemberian sanksi pemberhentian itu harus diumumkan kepada publik agar menimbulkan efek jera. Itu sangat penting,” ujarnya.
Menurut dia, jika memang ada unsur pidana yang terbukti dilakukan hakim, maka tidak cukup hanya dilakukan pemecatan. Tetapi juga harus diproses secara hukum pidana dan dipenjarakan.
“Tidak cukup hanya sanksi pemecatan kalau terbukti melakukan tindak pidana. Hakim itu pun harus tetap diproses pidana,” kata Benjamin.
Bahkan, setiap hakim yang terjerat kasus korupsi dan sudah diproses hukum, bila sudah memiliki putusan hukum tetap maka segeralah dipecat. “Misalnya, hakim Syarifuddin yang saat ini sedang diproses hukum KPK, posisinya masih non-aktif, sampai ada keputusan hukum tetap. Nah, kalau terbukti, maka dia harus segera diberhentikan dari hakim,” ujar Benjamin.
Dia mengingatkan, terkadang sanksi biasa tidak akan efektif bagi perilaku nakal hakim. Karena itu, Benjamin mengajak semua pihak, termasuk media massa agar melakukan proses pemantauan dan pengawasan terhadap perilaku aparatur hukum. Tidak hanya pada hakim tetapi juga kepada penyidik dan jaksa.
“Polisi dan jaksa juga ada yang ‘miring’. Tidak cukup pengawasan biasa, harus dapat menimbulkan efek jera. Semua pihak harus mengawasi, termasuk pers harus terus lakukan pengawasan. Itu perlu untuk menanamkan kepada hakim agar menjaga perilaku dan keluhurannya sebagai hakim,” nasihat Benjamin.
Proses Pidananya Juga Mesti Jalan
Syarifuddin Suding, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Syarifuddin Suding menyatakan, pemberian sanksi tegas kepada setiap hakim yang terbukti melakukan pelanggaran, memang sangat diperlukan.
Selain itu, katanya, semua proses yang terjadi dalam setiap persidangan perlu diawasi dan diperiksa secara detail, agar kesalahan tidak hanya ditimpakan pada satu atau dua pihak saja.
Suding mengingatkan, penerapan sanksi tegas tidak hanya untuk hakim yang bersalah, tetapi juga pada penyidik dan penuntut yang terbukti melakukan pelanggaran.
“Karena itu, kita harus melihat proses proyustisia secara menyeluruh. Jangan sepotong-sepotong. Perlu juga diperiksa, apakah para jaksa dan para penyidik kita sudah profesional? Kami sering mendapat laporan dari daerah bahwa banyak jaksa dan penyidik yang melakukan transaksi-transaksi kasus. Mereka-mereka itu pun perlu dipecat,” ujarnya.
Menurut dia, proses penyidikan dan penyusunan dakwaan juga kerap terjadi penyelewengan. “Kalau polisi dan jaksa tidak profesional atau bahkan melakukan desain-desain kasus dan transaksi-transaksi, maka mereka pun harus dihukum,” katanya.
Untuk pengawasan perilaku hakim, katanya, Komisi Yudisial (KY) mesti meningkatkan kinerjanya. “Dalam hal pengawasan hakim, KY sudah memiliki kewenangan yang bagus. Jika memang ada pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim, maka hakim yang bersangkutan pantas diberikan sanksi,” ujarnya.
Bukan hanya dalam hal pelanggaran kode etik, menurut Suding, bila memang ada bukti yang akurat bahwa seorang hakim ikut melakukan deal-deal atau transaksi dalam sebuah perkara, maka proses pemecatan dan proses pidananya harus diterapkan. “Jika sudah ada pelanggaran berat, maka sidang Majelis Kehormatan Hakim harus digelar,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar