JAKARTA, (Tribunekompas)
BY: Anto.
- Polisi menambah keterangan saksi ahli dalam berkas perkara dua tersangka kasus dugaan korupsi di PT Askrindo, perusahaan BUMN yang bergerak di bidang asuransi. Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta mengembalikan berkas tersebut ke Polda Metro Jaya.
Menguapnya dana PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) sebesar Rp 439 miliar menyeret-nyeret Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Dugaan lemahnya pengawasan Bapepam, membuat jaksa peneliti Kejati DKI meminta penyidik Polda Metro Jaya melengkapi berkas perkara dua tersangka kasus ini.
“Saksi ahli tambahan dari Bapepam sudah kami mintai keterangan. Sudah diberkas dalam BAP tersangka,” ujar Kepala Sub Direktorat Tindak Pidana Korupsi Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro AKBP Adjie Indra, kemarin.
Tiga saksi ahli tambahan yang dimaksud ialah, Kepala Biro Pengelolaan Investasi Bapepam-LK Djoko Hendratto, Kepala Biro Transaksi Lembaga Efek Bapepam LK Noor Rachman dan Kepala Kepala Biro Perundang-Undangan dan Bantuan Hukum Bapepam-LK Robinson Simbolon.
Ketiganya dimintai keterangan lantaran memahami seluk-beluk pengelolaan investasi. Pemeriksaan terhadap Djoko dilakukan Kamis (10/11). Keterangan saksi ahli yang berasal dari Bapepam ini, ditujukan untuk menjawab dasar penyidik menetapkan tuduhan kepada dua tersangka itu.
Penyidik mengorek keterangan tambahan tiga saksi ahli dari Bapepam itu secara bertahap hingga Jumat (11/11). Keterangan para saksi ahli itu penting untuk membongkar dugaan keterlibatan tersangka lain. “Ada kemungkinan tersangkanya akan bertambah,” ucap Adjie.
Keterangan saksi ahli tambahan juga dibutuhkan untuk melengkapi berkas perkara dua tersangka, yakni Direktur Keuangan Askrindo periode 2002-2007 Rene Setiawan dan Direktur Keuangan Askrindo periode 2007-2012 Zulfan Lubis.
Dalam surat Kejati DKI kepada Polda Metro Jaya, jaksa peneliti memberi petunjuk agar berkas perkara dua tersangka yang dilimpahkan pada tahap satu tanggal 18 Oktober 2011, dilengkapi keterangan saksi ahli dari Bapepam-LK.
Setelah selesai memberkas keterangan saksi ahli tersebut, penyidik Polda kembali melimpahkan berkas perkara ke Kejati DKI. Pelimpahan berkas perkara tahap kedua dilaksanakan pada Senin lalu (14/11).
Pemeriksaan saksi ahli itu berhubungan dengan teknis pengawasan dan prinsip pengelolaan investasi. Ada aturan yang dilanggar Askrindo, lalu bagaimana langkah Bapepam selaku pengawas pasar modal dalam menindaklanjuti dugaan penyimpangan tersebut. Hal itu telah ditambahkan dalam berkas perkara kedua tersangka.
Namun, hingga kemarin, jaksa peneliti belum memberikan petunjuk lanjutan, apakah berkas perkara kedua tersangka yang telah ditambahkan keterangan saksi ahli itu, masih ada yang kurang. Adjie berharap, jaksa segera menyatakan berkas perkara ini P-21 alias lengkap.
Dengan lengkapnya berkas perkara, timpal Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Baharudin Djafar, pihaknya bisa segera melimpahkan dua tersangka ke Kejaksaan. Dengan begitu, perkara ini akan terbuka di persidangan dan dugaan keterlibatan pihak lain akan terkuak.
Dia sependapat mengenai kemungkinan akan ada tersangka lain yang diduga terlibat kasus ini. “Kami tunggu hasil penelitian jaksa. Kami juga masih mengembangkan penyidikan kasus ini,” ujarnya.
Sejauh ini, Kepolisian menuding kedua tersangka terlibat rekayasa pencairan dana Askrindo sebesar Rp 439 miliar. Dana yang seharusnya tersimpan di Askrindo, diinvestasikan ke empat perusahaan manajemen investasi. Ironisnya, keuntungan atas investasi itu, hanya sebagian yang kembali ke perusahaan asuransi pelat merah tersebut.
Selain investasi yang dinilai menyalahi aturan, kedua tersangka diduga menguasai dan menikmati keuntungan investasi ilegal itu untuk kepentingan pribadi.
“Aset kedua tersangka berupa apartemen, rekening dan mobil yang dibeli menggunakan uang hasil investasi itu, sudah kami sita untuk dijadikan barang bukti,” tambahnya.
Begitu Kejati DKI menyatakan berkas perkara lengkap, kata Baharudin, aset-aset tersebut dan dua tersangka kasus ini segera dilimpahkan Polda Metro ke kejaksaan.
Banyak yang Belum Tersentuh
Reka Ulang
Tersangka kasus Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) Rene Setiawan, lewat pengacaranya, Muhammad Iqbal pernah meminta agar Kepolisian cermat menindaklanjuti perkara ini.
Dia meminta penyidikan tidak hanya diarahkan pada bidang keuangan. Dugaan keterlibatan pihak lain, dalam hal ini bagian penjaminan Askrindo juga mesti diungkap secara gamblang.
“Pemilik dan direksi perusahaan-perusahaan sekuritas, serta manajer-manajer investasi serta nasabah-nasabah penjaminan Askrindo masih banyak yang belum tersentuh,” katanya.
Menurut Iqbal, dana investasi bermasalah karena bagian penjaminan Askrindo mengalami masalah. Saat itu, sambungnya, bagian penjaminan Askrindo tidak mampu membayar surat utang atau L/C yang telah jatuh tempo ke bank. Sedangkan dugaan kerugian, lanjutnya, dilatari bunga dari perusahaan manajemen investasi yang seharusnya masuk ke bagian Keuangan Askrindo setiap bulan, ternyata tidak.
“Kuat dugaan, nasabah-nasabah penjaminan Askrindo adalah nasabah-nasabah yang bermasalah. Bahkan menurut informasi yang ada, nasabah penjamin itu sudah ada yang melarikan diri,” tandasnya.
Seiring bergulirnya waktu, berkas perkara dua tersangka kasus ini, yakni Direktur Keuangan Askrindo periode 2002-2007 Rene Setiawan dan Direktur Keuangan Askrindo periode 2007-2012 Zulfan Lubis pertama kali diserahkan tim penyidik Polda Metro Jaya ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada Selasa (18/10).
Seminggu kemudian, Kejati DKI menyatakan, berkas tersebut belum lengkap. Jaksa peneliti meminta penyidik melengkapi kekurangan tersebut.
Menurut Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Baharudin Djafar, kedua tersangka itu diduga sebagai orang yang paling bertanggung jawab dalam merekayasa investasi ini. Keduanya diduga bekerja sama dengan empat orang dari perusahaan manajer investasi, seperti PT Harvestindo Asset Management, PT Jakarta Investment, PT Reliance Asset Management, PT Batavia Prosperindo Financial Services dan PT Jakarta Securities.
Katanya, kedua tersangka secara aktif menyalurkan dana melalui salah satu bank. Berkat penyaluran itu, dana perusahaan ada yang tidak kembali. Akibat perbuatannya, kedua tersangka dijerat Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 atau Pasal 9 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Kenapa Kecolongan Bertahun-tahun
Syarifuddin Suding, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Syarifuddin Suding mengingatkan Polda Metro Jaya dan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta tidak berlarut-larut dalam menangani kasus dugaan korupsi di PT Askrindo.
Cepatnya penyusunan dakwaan akan membuka tabir, siapa pihak-pihak yang diduga juga terlibat kasus ini. “Cepat selesainya penyusunan memori dakwaan, dengan sendirinya mempercepat persidangan. Dengan begitu, misteri siapa saja yang terlibat serta peran apa yang dimainkan mereka akan terbuka,” katanya, kemarin.
Gambaran siapa pelaku intelektual kasus ini dalam persidangan, lanjutnya, akan menjadi masukan bagi aparat penegak hukum untuk menelusurinya. Soalnya, Syarifuddin menilai, kasus Askrindo melibatkan banyak pihak, bukan hanya dua tersangka. Untuk itu, kejelian aparat menentukan arah pengusutan kasus ini sangat diperlukan.
Penanganan kasus ini, menurut dia, memberi pelajaran berarti bagi para penegak hukum. “Penegak hukum kita belajar banyak dan akan lebih berhati-hati dalam menangani kasus yang melibatkan aktor-aktor intelektual ini,” katanya.
Dia pun meminta, pengusutan kasus ini tidak berhenti sampai di Askrindo. Dugaan peran orang-orang perusahaan manajer investasi serta orang-orang Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam- LK), hendaknya juga dibuka secara gamblang. Yang membuat Syarifuddin heran, Bapepam-LK selaku pengawas Askrindo, kenapa bisa kecolongan hingga bertahun-tahun.
Untuk itu, dia mendorong penyidik kepolisian tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain. “Itu perlu diperjelas. Siapa tersangka lainnya, agar masyarakat tidak curiga kepada kepolisian dan kejaksaan,” sarannya.
Polisi dan Jaksa Jangan Abu-abu
Yenti Garnasih, Pengamat Hukum
Pengamat hukum Yenti Garnasih mengingatkan polisi dan jaksa yang menangani kasus ini agar tidak ragu menggunakan pasal pencucian uang.
Penggunaan pasal pencucian uang, lanjut Yenti, akan memudahkan penegak hukum untuk menemukan dugaan tindak pidana korupsi dan sejenisnya.
Menurutnya, dua tersangka kasus Askrindo diduga kuat terlibat korupsi dan pencucian uang. Unsur korupsi diduga terjadi saat kedua tersangka menyalahgunakan uang negara.
Sedangkan unsur pencucian uang bisa dibuktikan lewat usaha kedua tersangka memanfaatkan uang hasil investasi ilegal untuk membeli apartemen, mobil dan sebagainya.
“Keduanya bisa dikategorikan melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Polisi dan jaksa tidak perlu ragu-ragu menetapkan ini,” kata pengamat yang kerap menjadi saksi ahli sidang kasus pencucian uang ini.
Meskipun polisi dan jaksa hanya mengenakan pasal penggelapan dan penipuan, menurut Yenti, tetap saja tersangka bisa digiring masuk ke perkara korupsi maupun kasus pencucian uang. Alasannya, tindak pidana penggelapan dan penipuan jika dilakukan terhadap aset negara, jelas memungkinkan terpenuhinya unsur tindak pidana korupsi dan pencucian uang.
Jadi, menurut Yenti, perbedaan istilah tersebut harus segera diseragamkan. Polisi dan jaksa hendaknya tidak masuk wilayah abu-abu. “Ketegasan polisi dan jaksa dalam menangani kasus korupsi dan pencucian uang harus jelas. Istilah penipuan dan penggelapan sudah tidak layak digunakan. Tujuannya untuk apa,” tandas doktor bidang pencucian uang ini.
Dia menilai, pasal penipuan dan penggelapan dimanfaatkan sebagai celah untuk bernegosiasi dengan tersangka. Yang paling penting, menurut Yenti, kepolisian tidak ragu menindaklanjuti kasus yang melibatkan banyak pihak tersebut.
Menurut Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Baharudin Djafar, kedua tersangka terlibat rekayasa pencairan dana Askrindo sebesar Rp 439 miliar. Mereka disangka menguasai keuntungan investasi ilegal itu untuk kepentingan pribadi. “Aset kedua tersangka berupa apartemen, rekening dan mobil yang dibeli menggunakan uang hasil investasi itu, sudah kami sita untuk dijadikan barang bukti,” katanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar