JAKARTA, (Tribunekompas)
By: Anto.
- Indikasi tindak pidana korupsi dalam pengadaan pupuk hayati tahun 2010 untuk kegiatan pemulihan kesuburan lahan menyeruak ke publik.
Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil, Awaluddin, kepada wartawan (Jumat petang, 4/11) menjelaskan bahwa indikasi korupsi berawal dari kebijakan Ditjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian dalam pengadaan pupuk hayati untuk kegiatan pemulihan sawah berkelanjutan seluas 855 ribu hektar.
Menurut dia, pengadaan tersebut diadakan berdasarkan kontrak pejabat pembuat komitmen pelaksana PKL dengan PT Berdikari tertanggal 11 Oktober 2010. Pengadaan pupuk hayati yang dimaksud dalam kontrak adalah pupuk hayati berupa Dekomposer merk Vitadegra sebanyak 1,7 juta Kg dan pupuk hayati merk Vitabio sebanyak 342.000 Kg dengan total anggaran Rp 288,7 milliar.
Namun, dalam proses pengadaan pupuk hayati oleh PT Berdikari telah terjadi pelanggaran terhadap Keppres 80/2003 atau Keppres 54/2010 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah.
"PT. Berdikari tidak melakukan proses lelang melainkan rekayasa administrasi dengan cara melakukan peminjaman merk pupuk hayati milik swasta PT. Vitafarm," kata Awaluddin dalam pernyataan persnya.
Melalui rekayasa administrasi tersebut, PT. Berdikari secara sepihak dan melanggar UU yang berlaku mengajukan usul penetapan pengadaan harga pupuk hayati kepada Kementerian BUMN yang kemudian disetujui Meneg BUMN dengan harga masing-masing Rp. 60.000 per Kg untuk dekomposer bermerk Vitadegra dan Rp 550.000 per Kg untuk pupuk hayati bermerk Vitabio.
Kemudian dalam pelaksanaan pembayaran kepada PT. Berdikari diterbitkan Kepmen Menteri Pertanian nomor 722/kpts/SR.130/I/2011 tanggal 31 Januari 2011 masing-masing sebesar Rp 59.059 per Kg untuk dekomposer dan Rp. 219.487 per 400 gram atau Rp 548.171 per Kg untuk pupuk hayati.
Penetapan harga tersebut sangat merugikan negara karena tidak adanya patokan harga satuan sejenis. Padahal untuk harga pupuk hayati sejenis harga di pasaran hanya sekitar Rp 150-200 ribu per Kg.
"Penetapan harga menteri didasarkan atas usul dari PT. Berdikari nyata-nyata melanggar Keppres 80/2003 dan menyebabkan kerugian negara sekurangnya Rp 110 milliar dengan mark up hampir 300 persen," ujarnya.
Dia sebutkan, banyak pejabat yang terlibat dalam kasus tersebut mulai dari pejabat PT. Berdikari, Menteri Pertanian, Meneg BUMN dan Komisi IV DPR RI.
"Tangkap Dirut PT. Berdikari, Direktur Keuangan, Direktur Operasional, mantan ketua komisi IV DPR Ahmad Muqowwam dan eks Meneg BUMN Mustofa Abubakar dan Menteri Pertanian Suswono," tandasnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar