Rabu, 17 Agustus 2011

Korupsi, Dua Mantan Direksi Peruri Divonis 2 dan 1,5 Tahun Penjara

JAKARTA, (Tribunekompas)

By: Anto. H.




- Dua orang mantan Direktur Perum Peruri, Kusnan Martono dan Marlan Arief, divonis masing-masing 2 tahun penjara dan 1 tahun 6 bulan penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi DKI, Kamis 18 Agustus 2011. Mereka dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.



“Menyatakan terdakwa secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut,” ujar Ketua Majelis Hakim Mien Trisnawati saat membacakan amar putusannya di ruang sidang Pengadilan Tipikor hari ini.



Majelis hakim menyatakan Kusnan selaku Direktur Utama Perum Peruri dan Marlan selaku Direktur Logistik terbukti melakukan korupsi dengan modus menarik dana biaya operasional (biopsi) direksi dari kas perusahaan pada periode 2002-2007 untuk kepentingan pribadi mereka. Keduanya disebut telah menerima sejumlah uang tanpa pemerincian kebutuhan dalam kurun waktu tertentu.



Keduanya juga tidak dapat memberikan bukti tertulis untuk mendukung penarikan dana biopsi tersebut, serta bersama direksi lainnya dinyatakan telah bersama-sama menerima dana biopsi. Karena itu, terdakwa dinyatakan telah terbukti melakukan perbuatan seperti tertuang dalam Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Pasal 64 KUHP. “Semua unsur dalam dakwaan telah terpenuhi,” kata Mien.



Kusnan juga diharuskan membayar ganti rugi uang negara senilai Rp 205 juta dan US$ 1.000. Sementara Marlan harus mengganti uang negara sebesar Rp 195 juta dan US$ 500.



Vonis yang dijatuhkan majelis hakim ini lebih rendah dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut keduanya selama 8 tahun 6 bulan penjara dan membayar ganti rugi senilai Rp 11 miliar serta US$ 1.000. Terhadap vonis yang dijatuhkan itu, baik terdakwa maupun jaksa menyatakan pikir-pikir untuk melakukan banding.



Sebelumnya Kusnan didakwa meneken surat edaran penggunaan dana biopsi tanpa pemerincian kebutuhan. Aliran dana biopsi yang diketahui dinyatakan berada di luar pembukuan pada 2002-2007 itu digunakan untuk biaya tambahan gaji direksi, manajemen, dan pihak ketiga. Namun atas persetujuan Kusnan, Direktur Keuangan Perum Peruri Islamet yang telah meninggal dunia mengambil uang tersebut dari kas perusahaan beberapa kali. Berdasarkan surat keputusan direksi, uang yang diambil pertama kali adalah Rp 1,5 miliar dan Rp 500 juta, lalu Rp 10 miliar, Rp 400 juta, dan Rp 1 miliar.



Dana biopsi itu ditransfer setiap bulan dua kali ke Direksi Peruri melalui mekanisme gaji bulanan dan gaji tambahan. Akibatnya, kerugian negara berdasarkan hitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mencapai Rp 11,3 miliar dan US$ 2.500 selama empat tahun (2003-2007).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar