Kamis, 18 Agustus 2011

Wakil Wali Kota Cirebon Diseret ke Penjara

BANDUNG, (Tribunekompas).

By: Tonny.S.




- Kejaksaan Tinggi Jawa Barat akhirnya menjebloskan Wakil Wali Kota Cirebon Sunaryo HW dan Ketua DPRD Kota Cirebon periode 1999-2004, Suryana, ke Rumah Tahanan Negara Kelas 1 Bandung, Kebonwaru, Kota Bandung, Kamis, 18 Agustus 2011, sekitar pukul 15.00 WIB.



Tersangka kasus dugaan korupsi dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Cirebon Tahun 2004 senilai Rp 4,98 miliar itu sempat menolak penahanan. Ia bahkan melakukan perlawanan sehingga para petugas Kejaksaan terpaksa menyeret keduanya saat keluar dari ruang Seksi Penuntutan di lantai 4 Gedung Kejaksaan Tinggi Jawa Barat menuju mobil tahanan Kejaksaan.



"Keduanya ditahan di (penjara) Kebonwaru," ujar Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Yuswa Kusumah di kantornya, Kamis, 18 Agustus 2011.



Yuswa mengemukakan bahwa penahanan kedua tersangka itu untuk mempermudah proses penuntutan di Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Bandung. "Apalagi sebelumnya penyidik sempat kesulitan mendatangkan para tersangka untuk dilimpahkan, terutama yang tersangka mantan ketua dewan. Akhirnya, kami tahan kedua-duanya," ujarnya.



Para tersangka tiba di Gedung Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Jalan RE Martadinata, Kota Bandung, Kamis, 18 Agustus 2011, sekitar pukul 11.30 WIB. Mereka datang bersama para anggota Satuan Tindak Pidana Korupsi Polda Jawa Barat. Para tersangka menjalani proses pelimpahan tahap kedua di ruang Kepala Seksi Penuntutan di lantai 4.



Proses di ruang penuntutan berlangsung cukup lama karena setelah kasusnya diterima oleh jaksa penuntut, para tersangka dan pengacaranya menolak menandatangani berkas penahanan. Sekitar pukul 14.45 WIB, para jaksa penuntut memutuskan membawa para pesakitan ke Kebonwaru, namun kedua tersangka menolak keluar ruangan.



Akhirnya, para petugas Kejaksaan terpaksa menyeret sambil memegangi lengan kanan-kiri para tersangka keluar ruangan. "Tak usah dipegangi, tak usah maksa," ujar Suryana kepada para petugas yang menyeretnya.



Selama para tersangka diseret ke lantai 1, suasana gaduh dengan gerutuan para tersangka disertai suara para jaksa dan suara para wartawan foto yang berebut mengambil gambar. "Ayo foto saja saya," ujar Sunaryo lagi menantang para wartawan foto.



Para petugas Kejaksaan akhirnya berhasil memaksa kedua tersangka memasuki mobil tahanan Kejaksaan yang diparkir di depan pintu masuk utama lantai 1. Beberapa saat kemudian, para petugas langsung tancap gas membawa para tersangka ke penjara Kebonwaru.



Penasihat hukum para tersangka menyesalkan penahanan klien mereka. Mereka menilai para jaksa telah melakukan tindakan diskriminatif karena puluhan tersangka kasus ini sebelumnya tak satu pun yang ditahan. "Tidak ada equality before the law. Terdakwa lain tidak ditahan, tapi masih dalam proses di Kejaksaan, klien kami ditahan," ujar Faozan TZ, penasihat hukum Suryana.



Penasihat hukum Sunaryo, Kuswara S. Taryono, menyatakan pemeriksaan kliennya yang masih menjabat wakil kepala daerah, sejak tahap penyidikan dilakukan tanpa seizin Presiden. "Jadi, ini ada diskriminasi hukum. Padahal klien kami selalu kooperatif. Jaksa tak perlu takut klien kami akan kabur," katanya.



Itu sebabnya, lanjut Kuswara, pihaknya menolak menandatangani berkas penahanan tersangka. "Sedang kami pikirkan untuk melakukan langkah hukum mengajukan praperadilan (terkait tindakan Kejaksaan)," ujarnya.



Kejaksaan Tinggi membantah proses hukum atas Sunaryo tanpa seizin Presiden. "Izin Presidennya pasti kan sudah ada sejak penyidikan oleh kepolisian, jadi tak usah kami minta lagi ke Presiden. Kalau tak ada izin Presiden mana berani kan penyidik memeriksa," kata Yuswa.



Ia juga menilai wajar penolakan pihak tersangka menandatangani berkas penahanan. "Bahwa mereka menolak menandatangani juga kan kami catat dalam berita acara. Tidak ada masalah, penahanan bisa tetap dilakukan," ujar Yuswa.



Sunaryo diduga terlibat kasus itu saat menjadi anggota DPRD Kota Cirebon periode 1999-2004. Sedangkan Suryana saat itu menjadi Ketua DPRD Kota Cirebon periode yang sama.



Kasus ini bermula dari temuan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Jawa Barat atas laporan perhitungan APBD tahun 2004. Badan pengawas internal pemerintah itu menemukan kejanggalan pada realisasi mata anggaran biaya penunjang pimpinan dan anggota DPRD pada pos belanja barang dan jasa senilai total Rp 4,98 miliar.



Biaya penunjang operasional ini untuk menunjang pelaksanaan program dan kegiatan pimpinan dan anggota DPRD yang sejatinya sudah dialokasikan pada pos belanja perjalanan dinas dan pemeliharaan.



Pada realisasinya, duit penunjang operasional ini diduga dibagikan secara tunai kepada seluruh pimpinan dan anggota Dewan. Namun penggunaan duit itu tidak disertai bukti penggunaannya.



Dokumen tertulis yang ada hanya daftar penerima uang. Dalam kasus ini para tersangka dinilai tidak dapat mempertanggungjawabkan uang yang diterima. Mereka juga diduga menyalahgunakan dana bantuan hukum.



Pencairan dan penggunaan dana itu dinilai tidak sesuai dengan Pasal 27 Peraturan Pemerintah Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, berikut petunjuk teknisnya, yakni Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 dan SE Nomor 161 Tahun 2003.



Dalam kasus ini, sebelumnya Polda Jawa Barat sudah menetapkan puluhan tersangka anggota Dewan. Sedikitnya 12 dari para pesakitan tersebut sudah divonis pengadilan dengan hukuman 1,5-4 tahun penjara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar