Minggu, 06 November 2011

Jaksa Bidik Tersangka Lain Kasus Sistem Informasi Pajak

JAKARTA, (Tribunekompas)
By: Anto.


- Tim Satuan Khusus Pemberantasan Korupsi Kejaksaan Agung melakukan pengembangan kasus pengadaan alat sistem informasi perpajakan pada 2006 yang terindikasi korupsi. Alhasil, tim yang terdiri dari 15 personel dan diketuai jaksa Edi Rakamto itu, melakukan penggeledahan di empat tempat dan menetapkan dua tersangka dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak.

Menurut Kepala Pusat Pe­ne­rangan Hukum Kejagung Noor Rochmad, kedua tersangka itu ialah Bahar dan Pulung Soeharto. Penetapan status tersangka ter­hadap Bahar berdasarkan surat perintah Nomor 152/f2/fd1/11/2011, tertanggal 3 November 2011. Penetapan tersangka ter­ha­dap Pulung sesuai surat perintah Nomor 153/f2/fd1/11/2011, ter­tanggal 3 November 2011.

“Su­dah ditetapkan tersangka­nya dua orang, yakni Bahar dan Pulung Soeharto,” kata Noor.

Noor menjelaskan, Bahar me­rupakan Ketua Panitia Pengadaan Sistem Informasi Manajemen. Pulung adalah Pejabat Pembuat Komitmen. “Mereka ditetapkan sebagai tersangka setelah di­lakukan penggeledahan di se­jumlah titik,” tambahnya.

Tapi, Noor mengaku belum ta­hu angka pasti dugaan kerugian negara dalam perkara tersebut. Angka kerugian itu, katanya, se­dang ditelisik para jaksa yang me­­nangani kasus ini.

Kedua ter­sang­ka itu pun be­lum ditahan. Ala­san­nya, penyidik akan men­­jad­wal­kan pemeriksa­an ke­dua tersangka itu terlebih da­hulu. “Ti­dak semua penetapan ter­sangka harus di­ser­tai pena­hanan,” ujarnya.

Selanjutnya, Noor bercerita bah­wa penggeledahan dilakukan tim satuan khusus yang diketuai jaksa Edi Rakamto. Tim tersebut berisi 15 personel dari jajaran Jaksa Agung Muda Pidana Khu­sus (Jampidsus). “Jam 12 siang, tim berangkat untuk melakukan penggeledahan di empat tempat.”

Menurutnya, penggeledahan itu sudah mengantongi izin, se­suai surat penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Nomor 18/pen/2011/PN Jaksel tanggal 3 November 2011 dan penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Barat Nomor 1443/pen/p10/PN Jakbar.

“Karena penggeledahan itu ha­­rus izin ke pengadilan setem­pat,” ucap Noor.

Penggeledahan dilakukan di empat tempat, yakni kantor pusat Ditjen Pajak, kantor Pengolahan Data dan Dokumen Pajak di Ja­karta Barat dan dua rumah Bahar di Jalan Madrasah, Gandaria, Ja­karta Selatan serta Komplek Ci­nere, Depok, Jawa Barat. “Se­muanya sudah kami teliti dan kami geledah,” imbuhnya.

Dari penggeledahan itu, pe­nyidik menemukan beberapa do­kumen serta surat-surat yang di­duga berkaitan dengan kasus ini. Ditemukan pula beberapa doku­men yang dicari, tapi sudah di­pin­dahkan dari kantor pusat Dit­jen Pajak ke kantor pajak Jakarta Barat. “Dokumen itu terkait pe­ngadaan barang sistem informasi tersebut. Yang lain masih di­in­ven­tarisir penyidik,” katanya.

Di Jalan Ketimun Nomor 115, Blok A, Perumahan Cinere Estate yang merupakan rumah Bahar, penyidik menyita sejumlah ba­rang seperti laptop, tiga flashdisk dan sejumlah buku tabungan. Namun, tersangka sedang tidak di rumahnya saat penggeledahan. Di rumah itu hanya ada beberapa pem­bantu dan tukang yang se­dang merenovasi rumah.

Menurut Noor, kedua tersang­ka diduga melanggar Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dan Keppres Nomor 80 tentang Pengadaan Barang dan Jasa. “Modusnya, sebagian ba­rang tidak sesuai dengan spek dan sebagian lagi fiktif,” katanya.

Kapuspenkum menambahkan, kasus tersebut belum berhenti sampai dua tersangka ini. Soal­nya, penyidik masih me­ngem­bang­kan perkara tersebut.

“Kami akan kaji lebih dalam supaya kasus ini menjadi terang benderang,” ujar Noor.

Menanggapi kasus ini, Ditjen Pajak menyerahkan sepenuhnya kepada penegak hukum. “Tentu kami prihatin. Tapi, kami sangat kooperatif dengan pihak ber­wa­jib agar segera tuntas,” kata Di­rektur Penyuluhan dan Bim­bi­ngan Pela­yanan Hubungan Ma­syarakat Dit­jen Pajak Dedi Ru­daidi saat jum­pa pers di Gedung Ditjen Pajak.

Dedi menyatakan, kasus ini murni bukan perkara perpajakan, tapi pengadaan barang. “Tidak se­dikit pun kami resistance ter­hadap proses hukum ini. Justru ka­mi dukung, karena kami se­dang berbenah,” ujarnya.

BPK Endus Penyimpangan Rp 12 Miliar

Reka Ulang


Kasus ini bermula dari temuan Ba­dan Pemeriksa Keuangan (BPK), bahwa terjadi penyim­pa­ngan pengadaan sistem informa­si perpajakan di Ditjen Pajak ta­hun anggaran 2006. Total ang­garan pe­ngadaan ini sekitar Rp 43 mi­liar. Dugaan penyimpa­ngannya se­kitar Rp 12 miliar.

Dua minggu lalu, Kejaksaan Agung meningkatkan kasus ter­sebut ke tahap penyidikan tan­pa tersangka. “Dari hasil pe­nye­­li­di­kan, kami tingkatkan ke pe­­nyi­di­kan, tapi belum diten­tu­kan ter­sangkanya,” kata Di­rek­tur Pe­nyidikan bagian Pidana Khusus Arnold Angkouw di Gedung Kejagung, Jakarta, Ka­mis (3/11).

Arnold menambahkan, dalam proses penyidikan, penyidik ten­tu berusaha mengumpulkan alat-alat bukti. Namun, pihak-pihak ter­kait pengadaan sistem infor­masi ini, tidak kooperatif saat di­minta me­nyerahkan se­jumlah do­kumen.

“Kami tidak bisa menunggu lama. Makanya, kami melakukan pe­nyitaan dan penggeledahan. Kami turunkan tim, dan ternyata do­kumennya sudah dipindahkan dari kantor pusat pajak ke kantor pelayanan pajak Jakarta Barat,” jelas Arnold.

Melihat pemindahan do­ku­men itu, penyidik semakin cu­riga ada penyimpangan dalam pengadaan sistem informasi ini.

“Sesuai Un­dang-Undang, jak­sa mempunyai we­wenang me­la­­ku­kan pengge­le­dahan, menyi­ta, ka­rena itu bagian pengum­pulan alat bukti. Alat bukti itu yang kami pakai, apakah ada pe­lang­garan pidananya.”

Menurut Arnold, hasil audit BPK menunjukkan, setidaknya terdapat penyelewengan dana sebesar Rp 12 miliar dari total pro­yek Rp 43 miliar. BPK me­nilai, pengadaan sistem informasi ini setengah fiktif. “Antara lain mengenai alat-alat yang tidak ada wujudnya,” katanya.

Pengadaan sistem informasi di Ditjen Pajak ini, lanjut Arnold, awalnya berjalan baik. Namun, saat pengadaan tambahan, diduga terjadi penggelembungan harga.

“Nah, pengadaan tambahan ini, di­ubah jenisnya dalam proses le­lang, sehingga tidak connect de­ngan yang sudah ada, padahal me­rek­nya sama supaya dia ter­sambung,” terang Arnold

Akibatnya, pihak rekanan Dit­jen Pajak dalam pengadaan ini, yakni PT BHP diuntungkan. Di­duga terjadi pelanggaran Pasal 2 dan 3 Undang Undang Tipikor dan Keppres Nomor 80 tentang Pengadaan Barang dan Jasa.

Ingatkan Kejagung Agar Tak Mangkrak

Marwan Batubara, Direktur LSM IRES


Direktur Eksekutif LSM In­donesian Resource Studies (IRES) Marwan Batubara me­nilai, Ditjen Pajak mesti di­re­formasi total untuk meng­hi­lang­kan reaksi negatif masyarakat ke­pada lembaga ini. Terlebih, setelah Kejaksaan Agung (Ke­jagung) menetapkan dua pe­jabat Ditjen Pajak sebagai ter­sangka kasus pengadaan sistem infor­masi perpajakan.

“Setelah kasus Gayus, tadi­nya saya berharap tidak ada lagi perkara korupsi di Ditjen Pajak. Ini tanda bahwa pe­nga­w­asan di Ditjen Pajak le­mah. Sebab, jika penga­wa­san­nya bagus, tentu kasus seperti ini tidak terjadi,” katanya.

Marwan kemudian mendesak Ke­jagung agar segera mem­bong­kar, adakah oknum-oknum Ditjen Pajak, mulai dari pega­wai bawah sampai pejabat ting­ginya yang menerima fee ti­dak wajar dari dugaan korupsi ini.

Marwan mengingatkan, Ke­ja­­gung agar serius membawa per­kara tersebut ke pengadilan. Ja­ngan hanya heboh di awal, tapi ujung-ujungnya perkara tersebut mangkrak, seperti se­jumlah kasus korupsi yang di­ta­ngani Kejagung.

Lantaran itu, dia me­nya­ran­kan KPK untuk mensupervisi penanganan kasus ini. Apalagi, katanya, saat ini masyarakat lebih percaya KPK ketimbang lembaga penegak hukum lain. “Mungkin hasilnya nanti ber­beda jika KPK yang turun ta­ngan,” ucapnya.

Sedangkan hakim, lanjutnya, bisa memberikan hukuman dua kali lipat terhadap pejabat Dit­jen Pajak yang terbukti terlibat perkara ini. Sebab, katanya, hu­kuman ringan hanya menambah rentetan kasus korupsi di Ditjen Pajak. “Sudah saatnya yang ter­bukti korupsi dihukum lebih be­rat dari biasanya,” katanya.

Terlepas dari kasus penga­da­an sistem informasi ini, Marwan menyarankan aparat penegak hukum membongkar mafia pa­jak dengan menggali infor­ma­si dari orang-orang yang ter­kait kasus perpajakan, seperti Gayus Tambunan. Sebab, kata­nya, ke­mungkinan besar orang seperti Gayus mengetahui siapa saja yang terlibat.

Orang-orang yang terkait ka­sus perpajakan, lanjut Marwan, adalah sumber informasi untuk mengurai dan membongkar ma­fia pajak. “Tak terkecuali pro­yek pe­nga­daan sistem informasi ini. Saya baru tahu kalau ini ber­ma­salah setelah mendengar adanya laporan dari BPK,” ujar bekas anggota DPD itu.

Tersangka Korupsi Mestinya Ditahan

Didi Irawadi Syamsuddin, Anggota Komisi III DPR


Anggota Komisi III DPR Didi Irawadi Syamsuddin meng­hargai Kejaksaan Agung yang telah menetapkan dua tersangka kasus pengadaan sis­tem informasi Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan.

Penetapan tersangka itu, me­nurutnya, dapat dijadikan mo­dal untuk mendongkrak citra Ke­jagung yang tengah terpuruk. Asalkan, kasus ini nanti tidak mangkrak, seperti sejumlah per­kara korupsi yang sebelumnya ditangani Korps Adhyaksa.

“Kepercayaan masyarakat akan kembali jika Kejagung mampu menuntaskan berbagai ka­sus yang ditanganinya, ter­utama kasus korupsi,” katanya.

Namun, Didi menyayangkan kenapa Kejagung tidak lang­sung menahan kedua tersangka kasus ini. Sudah sepatutnya, kata dia, tersangka segera di­tahan. “Supaya tidak bisa kabur. Saya khawatir mereka kabur,” ujar anggota Fraksi Partai Demokrat ini.

Dia juga meminta Kejagung menemukan tersangka lain kasus tersebut. “Soalnya, ke­mung­kinan keterlibatan peting­gi Ditjen Pajak dalam kasus ini, terbuka lebar,” kata anak Men­teri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin ini.

Didi menambahkan, empat langkah yang bisa dilakukan Ke­jagung untuk mengusut tun­tas perkara ini. “Fokus, tran­s­pa­ran kepada masyarakat, punya keberanian mengusut pejabat tinggi dan independen m­enga­tas­namakan keadilan,” tandasnya.

Dia yakin Kejagung dapat mengusut tuntas perkara ini, asalkan lembaga yang diko­man­doi Basrief Arief itu, men­jalankan empat poin tersebut.

Didi juga meminta Ditjen Pa­jak berbenah diri dengan me­me­cat siapa pun yang melakukan pe­langgaran, terlebih korupsi. “Se­harusnya mereka malu dan men­jadikan kasus ini pelajaran su­paya tidak terulang,” ujarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar