Jumat, 18 November 2011

Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Askrindo Akan Bertambah

JAKARTA, (Tribunekompas)
BY: Anto.


- Polisi menambah keterangan saksi ahli dalam berkas perkara dua tersangka kasus dugaan korupsi di PT Askrindo, perusahaan BUMN yang bergerak di bidang asuransi. Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta mengembalikan berkas tersebut ke Polda Metro Jaya.

Menguapnya dana PT Asu­ransi Kredit Indonesia (Askrindo) sebesar Rp 439 miliar menyeret-nyeret Badan Pengawas Pasar Mo­dal dan Lembaga Keuangan (Ba­pepam-LK). Dugaan lemah­nya pengawasan Bapepam, mem­b­uat jaksa peneliti Kejati DKI meminta penyidik Polda Metro Jaya melengkapi berkas perkara dua tersangka kasus ini.

“Saksi ahli tambahan dari Ba­pepam sudah kami mintai kete­rangan. Sudah diberkas dalam BAP tersangka,” ujar Kepala Sub Direktorat Tindak Pidana Ko­rupsi Direktorat Reserse Kri­mi­nal Khusus Polda Metro AKBP Adjie Indra, kemarin.

Tiga saksi ahli tambahan yang dimaksud ialah, Kepala Biro Pe­ngelolaan Investasi Bapepam-LK Djoko Hendratto, Kepala Biro Tran­saksi Lembaga Efek Bape­pam LK Noor Rachman dan Ke­pala Kepala Biro Perundang-Un­dangan dan Bantuan Hukum Ba­pepam-LK Robinson Simbolon.

Ketiganya dimintai keterangan lantaran memahami seluk-beluk pengelolaan investasi. Pe­me­rik­sa­an terhadap Djoko dilakukan Kamis (10/11). Keterangan saksi ahli yang berasal dari Ba­pe­­pam ini, ditujukan untuk men­jawab dasar penyidik me­ne­tap­kan tu­duhan kepada dua ter­sangka itu.

Penyidik mengorek keterangan tambahan tiga saksi ahli dari Ba­pepam itu secara bertahap hingga Jumat (11/11). Kete­ra­ngan para saksi ahli itu penting untuk mem­bongkar dugaan keterlibatan ter­sangka lain. “Ada kemungkinan tersangkanya akan bertambah,” ucap Adjie.

Keterangan saksi ahli tam­bahan juga dibutuhkan untuk me­lengkapi berkas perkara dua ter­sangka, yakni Direktur Keuangan Askrindo periode 2002-2007 Rene Setiawan dan Direktur Ke­uangan Askrindo periode 2007-2012 Zulfan Lubis.

Dalam surat Kejati DKI ke­pada Polda Metro Jaya, jaksa peneliti memberi petunjuk agar berkas per­kara dua tersangka yang di­limpahkan pada tahap satu tan­g­gal 18 Oktober 2011, dileng­kapi keterangan saksi ahli dari Ba­pepam-LK.

Setelah selesai memberkas ke­te­rangan saksi ahli tersebut, pe­nyidik Polda kembali me­lim­pah­kan berkas perkara ke Kejati DKI. Pelimpahan berkas perkara tahap kedua dilaksanakan pada Senin lalu (14/11).

Pemeriksaan saksi ahli itu ber­hubungan dengan teknis penga­wa­san dan prinsip pengelolaan in­vestasi. Ada aturan yang di­lang­gar Askrindo, lalu bagaimana langkah Bapepam selaku penga­was pasar modal dalam menin­daklanjuti dugaan pe­nyim­pa­ngan tersebut. Hal itu telah di­tambah­kan dalam berkas perkara kedua tersangka.

Namun, hingga kemarin, jaksa peneliti belum memberikan pe­tun­juk lanjutan, apakah berkas per­kara kedua tersangka yang te­lah ditambahkan keterangan saksi ahli itu, masih ada yang ku­rang. Adjie berharap, jaksa se­gera menyatakan berkas perkara ini P-21 alias lengkap.

Dengan lengkapnya berkas per­kara, timpal Kepala Bidang Hu­mas Polda Metro Jaya Kom­bes Baharudin Djafar, pihaknya bisa segera melimpahkan dua tersangka ke Kejaksaan. De­ngan begitu, perkara ini akan ter­buka di persidangan dan dugaan ke­terlibatan pihak lain akan terkuak.

Dia sependapat mengenai ke­mungkinan akan ada tersangka lain yang diduga terlibat kasus ini. “Kami tunggu hasil penelitian jaksa. Kami juga masih me­ngembangkan penyidikan kasus ini,” ujarnya.

Sejauh ini, Kepolisian menu­ding kedua tersangka terlibat re­kayasa pencairan dana Askrindo sebesar Rp 439 miliar. Dana yang se­harusnya tersimpan di As­krin­do, diinvestasikan ke empat pe­rusahaan manajemen investasi. Iro­nisnya, keuntungan atas in­vestasi itu, hanya sebagian yang kembali ke perusahaan asuransi pelat merah tersebut.

Selain investasi yang dinilai menyalahi aturan, kedua tersang­ka diduga menguasai dan me­nik­mati keuntungan investasi ilegal itu untuk kepentingan pribadi.

“Aset kedua tersangka berupa apartemen, rekening dan mobil yang dibeli menggunakan uang hasil investasi itu, sudah kami sita untuk dijadikan barang buk­ti,” tambahnya.

Begitu Kejati DKI menyatakan berkas perkara lengkap, kata Baharudin, aset-aset tersebut dan dua tersangka kasus ini segera dilimpahkan Polda Metro ke ke­jaksaan.

Banyak yang Belum Tersentuh

Reka Ulang


Tersangka kasus Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) Rene Setiawan, lewat penga­ca­ra­nya, Muhammad Iqbal pernah meminta agar Kepolisian cermat menindaklanjuti perkara ini.

Dia meminta penyidikan tidak hanya diarahkan pada bidang ke­uangan. Dugaan keterlibatan pi­hak lain, dalam hal ini bagian pen­jaminan Askrindo juga mesti diungkap secara gamblang.

“Pe­milik dan direksi peru­sa­haan-perusahaan sekuritas, serta manajer-manajer investasi serta nasabah-nasabah penjaminan As­krindo masih banyak yang be­lum tersentuh,” katanya.

Menurut Iqbal, dana investasi bermasalah karena bagian pen­ja­minan Askrindo mengalami ma­sa­lah. Saat itu, sambungnya, ba­gian penjaminan Askrindo tidak mampu membayar surat utang atau L/C yang telah jatuh tempo ke bank. Sedangkan dugaan ke­rugian, lanjutnya, dilatari bunga dari perusahaan manajemen in­vestasi yang seharusnya masuk ke bagian Keuangan Askrindo setiap bulan, ternyata tidak.

“Kuat dugaan, nasabah-nasa­bah penjaminan Askrindo adalah nasa­bah-nasabah yang ber­ma­sa­lah. Bah­kan menurut informasi yang ada, nasabah penjamin itu sudah ada yang melarikan diri,” tandasnya.

Seiring bergulirnya waktu, ber­kas perkara dua tersangka kasus ini, yakni Direktur Keuangan As­krindo periode 2002-2007 Rene Setiawan dan Direktur Keuangan Askrindo periode 2007-2012 Zul­fan Lubis pertama kali diserahkan tim penyidik Polda Metro Jaya ke Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta pada Selasa (18/10).

Seminggu ke­­mudian, Kejati DKI me­ny­a­ta­kan, berkas tersebut belum leng­kap. Jaksa peneliti meminta pe­nyi­dik melengkapi kekurangan tersebut.

Menurut Kepala Bidang Hu­mas Polda Metro Jaya Kombes Baharudin Djafar, kedua ter­sang­ka itu diduga sebagai orang yang paling bertanggung jawab dalam merekayasa investasi ini. Ke­dua­nya diduga bekerja sama dengan empat orang dari perusahaan manajer investasi, seperti PT Harvestindo Asset Management, PT Jakarta Investment, PT Re­liance Asset Management, PT Ba­tavia Prosperindo Financial Ser­vices dan PT Jakarta Securities.

Katanya, kedua tersangka se­cara aktif menyalurkan dana melalui salah satu bank. Berkat penyaluran itu, dana perusahaan ada yang tidak kembali. Akibat perbuatannya, kedua tersangka dijerat Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 atau Pasal 9 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kenapa Kecolongan Bertahun-tahun

Syarifuddin Suding, Anggota Komisi III DPR


Anggota Komisi III DPR Sya­rifuddin Suding me­ngi­ngat­kan Polda Metro Jaya dan Ke­jaksaan Tinggi DKI Jakarta ti­dak berlarut-larut dalam mena­ngani kasus dugaan korupsi di PT Askrindo.

Cepatnya penyusunan dak­wa­an akan membuka tabir, siapa pihak-pihak yang diduga juga terlibat kasus ini. “Cepat selesainya penyusunan memori dakwaan, dengan sendirinya mempercepat persidangan. De­ngan begitu, misteri siapa saja yang terlibat serta peran apa yang dimainkan mereka akan ter­buka,” katanya, kemarin.

Gambaran siapa pelaku in­telektual kasus ini dalam per­si­dangan, lanjutnya, akan men­jadi masukan bagi aparat pene­gak hukum untuk men­e­lu­suri­nya. Soalnya, Syarifuddin me­nilai, kasus Askrindo me­li­batkan b­anyak pihak, bukan ha­nya dua tersangka. Untuk itu, ke­jelian aparat menentukan arah pengusutan kasus ini sa­ngat diperlukan.

Penanganan kasus ini, menu­rut dia, memberi pelajaran ber­arti bagi para penegak hukum. “Penegak hukum kita belajar banyak dan akan lebih berhati-hati dalam menangani kasus yang melibatkan aktor-aktor intelektual ini,” katanya.

Dia pun meminta, pengusu­tan kasus ini tidak berhenti sampai di Askrindo. Dugaan peran orang-orang perusahaan mana­jer investasi serta orang-orang Ba­dan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (B­a­pe­pam- LK), hendaknya juga dibu­ka secara gamblang. Yang mem­buat Syarifuddin heran, Ba­pe­pam-LK selaku pe­ngawas As­krindo, kenapa bisa kecolo­ngan hingga bertahun-tahun.

Untuk itu, dia mendorong pe­­n­­yidik kepolisian tidak me­nutup kemungkinan adanya tersangka lain. “Itu perlu di­per­jelas. Siapa tersangka lainnya, agar ma­sya­ra­kat tidak curiga kepada kepo­lisian dan kejak­sa­an,” sarannya.

Polisi dan Jaksa Jangan Abu-abu

Yenti Garnasih, Pengamat Hukum


Pengamat hukum Yenti Garnasih mengingatkan polisi dan jaksa yang menangani ka­sus ini agar tidak ragu men­g­gu­nakan pasal pencucian uang.

Penggunaan pasal pencucian uang, lanjut Yenti, akan me­mu­dahkan penegak hukum untuk menemukan dugaan tindak pi­dana korupsi dan sejenisnya.

Menurutnya, dua tersangka kasus Askrindo diduga kuat terlibat korupsi dan pencucian uang. Unsur korupsi diduga terjadi saat kedua tersangka menyalahgunakan uang negara.

Sedangkan unsur pencucian uang bisa dibuktikan lewat usaha kedua tersangka me­man­faatkan uang hasil investasi ile­gal untuk membeli apartemen, mobil dan sebagainya.

“Keduanya bisa dika­te­go­ri­kan melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang. Po­lisi dan jaksa tidak perlu ragu-ragu menetapkan ini,” kata pengamat yang kerap men­jadi saksi ahli sidang kasus pencu­cian uang ini.

Meskipun polisi dan jaksa hanya mengenakan pasal peng­ge­lapan dan penipuan, menurut Yenti, tetap saja tersangka bisa digiring masuk ke perkara ko­rupsi maupun kasus pencucian uang. Alasannya, tindak pidana penggelapan dan penipuan jika dilakukan terhadap aset negara, jelas memungkinkan ter­pe­nu­hi­nya unsur tindak pidana korupsi dan pencucian uang.

Jadi, menurut Yenti, perbe­da­an istilah tersebut harus segera diseragamkan. Polisi dan jaksa hendaknya tidak masuk wila­yah abu-abu. “Ketegasan polisi dan jaksa dalam menangani ka­sus korupsi dan pencucian uang harus jelas. Istilah pe­nipuan dan penggelapan sudah tidak layak digunakan. Tujuan­nya untuk apa,” tandas doktor bidang pen­cucian uang ini.

Dia menilai, pasal penipuan dan penggelapan dimanfaatkan sebagai celah untuk berne­go­siasi dengan tersangka. Yang paling penting, menurut Yenti, kepolisian tidak ragu menind­ak­lanjuti kasus yang melibat­kan banyak pihak tersebut.

Menurut Kepala Bidang Hu­mas Polda Metro Jaya Kombes Baharudin Djafar, kedua ter­sangka terlibat rekayasa pencai­ran dana Askrindo sebesar Rp 439 miliar. Mereka disangka menguasai keuntungan in­ves­ta­si ilegal itu untuk kepentingan pribadi. “Aset kedua tersangka berupa apartemen, rekening dan mobil yang dibeli menggunakan uang hasil investasi itu, sudah kami sita untuk dijadikan ba­rang bukti,” katanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar