Kamis, 15 September 2011

Aksi Pemerkosaan Marak Terjadi Karena Pranata Sosial dan Hukum Tak Berfungsi

JAKARTA, (Tribunekompas)
By: Anto.


- Belakangan, aksi pemerkosaan di angkutan umum di Jakarta kembali marak.
Pada 16 Agustus lalau, terjadi kasus pemerkosaan dan pembunuhan terhadap mahasiswa Binus, Livia, di dalam mikrolet M 24 jurusan Slipi-Srengseng. Kamis malam (1/9), pemerkosaan dan perampokan menimpa karyawati berinisial RS di Jakarta Selatan di dalam angkot di kawasan TB Simatupang.

Menurut ahli psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, aksi pemerkosaan ini dapat ditinjau dari dua sisi. Yaitu sisi individu dan sisi sosial.

Dari sisi individu, sang pelaku memperkosa korban bukan sekedar karena dorongan seksual. Pelaku memperkosa korban untuk menujukan kekusaan dirinya. Inilah hasrat kuasa individu pada seseorang atau pada orang lain.

"Dan secara sosial, marakanya pemerkosaan ini terjadi karena disitegrasi sosial, sekaligus ada pranata sosial, hukum, dan regulasi di kita yang tak berfungsi," kata Reza Indragiri Amriel dalam sebuah talkshow di salah satu televisi swasta (Jumat, 16/9).

Selain itu, lanjut Reza, korban pemerkosaan juga akan merasa tertekan karena ada stigma negatif dari publik. Misalnya, kenapa jalan malam, berpakaian minim, jalan sendirian, dan lain-lain.

"Akhirnya si korban menyalahkan diri sendiri. Untuk bangkit, tidak ada kata lain bagi korban selain memaafkan dirinya sendiri," demikian Reza.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar