Minggu, 04 September 2011

Dua Tersangka Kasus Kemendiknas Dirahasiakan

JAKARTA, (Tribunekompas)

By: Anto.




- Mabes Polri menetapkan dua tersangka kasus korupsi di Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas). Bersama Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kepolisian melacak dugaan penyimpangan aliran dana Rp 142 miliar.



Dugaan korupsi dalam proyek pengadaan alat bantu, sarana dan prasarana pendidikan di sejumlah provinsi di Tanah Air ini, di­sam­paikan Direktur Tindak Pidana Korupsi (Dir Tipikor) Bareskrim Polri Brigjen Ike Edwin.



Ketika ditanya mengenai per­kembangan penanganan kasus itu, dia menyatakan, pihaknya ma­­sih menyelesaikan perkara ter­sebut. “Kami masih me­ngem­bang­kan penyidikan kasus ini,” ujar bekas Kapolres Jakarta Pusat ini.



Guna memastikan dugaan ko­rupsi pada proyek di Ke­menterian Pendidikan Nasional ini, lanjut Ike, kepolisian berkoordinasi de­ngan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan. Menurut dia, data sementara BPKP me­nye­butkan, dugaan penyelewengan keuangan negara dalam perkara ini mencapai 142 miliar rupiah.

“Angka tersebut masih belum final. Masih dalam pe­ngem­ba­ngan dan pemeriksaan intensif,” ucap dia.



Ketika ditanya mengenai kabar adanya dua tersangka dalam kasus ini, Ike membenarkan hal tersebut. “Benar, sudah ada dua tersangka. Mereka adalah pejabat pembuat komitmen proyek tersebut,” kata bekas Kapoltabes Surabaya, Jawa Timur ini.

Kendati begitu, Ike masih be­lum mau menyebutkan identitas kedua tersangka itu. Dia ber­ala­san, kasus tersebut masih dalam pro­ses pengembangan penyi­di­kan. Perkara ini, menurutnya, tengah dikembangkan ke ber­bagai daerah. Bermodal alasan itu, dia menolak penilaian bahwa kepolisian sangat lambat me­na­ngani kasus korupsi di Ke­men­diknas yang diduga melibatkan bekas Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin ini.



Dari data sementara yang di­himpun kepolisian, menurut Ike, diduga terjadi manipulasi pada proyek Kementerian Pendidikan Nasional di 16 provinsi. Pe­me­riksaan terhadap sejumlah saksi dan dokumen proyek ini, lanjut dia, tengah dilakukan jajarannya.

Ia pun membantah kabar bah­wa kepolisian diintervensi pihak tertentu dalam menangani per­ka­ra dugaan korupsi di Kementerian Pendidikan Nasional yang me­nyeret nama bekas Bendahara Umum Partai Demokrat tersebut.



“Tidak ada intervensi. Penyidik profesional dalam menangani per­kara. Hanya saja, kami perlu wak­tu untuk meneliti dan me­nin­daklanjuti kasus ini,” alasan dia.

Menurut Kepala Divisi Humas Polri Irjen Anton Bachrul Alam, meski perkara tersebut juga ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Mabes Polri tetap menindaklanjuti temuan-temuan yang ada.



“Kami tetap menindaklanjuti penanganan kasus ini. Koordinasi Polri dengan KPK yang me­na­nga­ni kasus tersebut terus di­la­kukan. Artinya, tidak ada gesekan dalam penanganan perkara ini,” ujar bekas Kapolda Jawa Timur.



Anton menambahkan, peme­riksaan saksi-saksi kasus ini juga terus dilakukan Badan Reserse dan Kriminal Polri. Sedikitnya, menurut Anton, sudah ada sekitar 50 saksi yang dimintai kete­ra­ngan. Akan tetapi, dia mengaku be­lum bisa menguraikan siapa saja saksi-saksi tersebut dan siapa saja dua tersangka yang telah ditetapkan Bareskrim.



Anton mengklaim, sebelum Komisi Pemberantasan Korupsi menindaklanjuti kasus tersebut, kepolisian telah lebih dahulu me­nanganinya. Akan tetapi, dia ber­alasan, penanganan kasus ter­se­but dilakukan Polri secara ter­tu­tup. Tertutupnya proses pe­nye­lidikan dan penyidikan kasus ter­sebut, menurut dia, semata-mata agar orang-orang yang terli­bat ti­dak kabur serta bukti-bukti per­ka­ra ini tidak hilang.



Tidak Selesai Ditangani Polri



Eva Kusuma Sundari, Anggota Komisi III DPR

Kalangan DPR menilai, lambannya penanganan kasus dugaan korupsi di Kementerian Pendidikan Nasional (Ke­men­diknas) bikin posisi Polri se­ma­kin terpojok di mata masyarakat.



Lantaran itu, anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari mengingatkan, kekecewaan ma­syarakat yang terus menum­puk terhadap kepolisian, bakal jadi bumerang Polri untuk me­ning­katkan citranya sebagai pe­nga­yom dan pelindung masyarakat.

“Sudah seharusnya Polri ti­dak hanya mengoptimalkan pem­berantasan tindak pidana umum. Penanganan perkara ko­rupsi, khususnya me­nyang­kut perkara korupsi kakap juga harus bisa ditingkatkan. Coba kita tanya, perkara korupsi di Ke­mendiknas ini sudah berapa lama ditangani kepolisian, kok tidak selesai-selesai,” tandasnya.

Menurut Eva, sebagai alat pe­ne­gak hukum, Polri hendaknya bisa menjalankan peran dan fungsinya secara optimal, ter­utama dalam menangani kasus-kasus korupsi yang besar seperti perkara ini.



“Kepolisian saat ini berada dalam masalah yang sangat besar. Kita lihat saja, dalam penanganan perkara-perkara korupsi, Polri selalu jauh ter­tinggal dibandingkan dengan KPK,” ujar Eva.



Menurut dia, speed atau ke­cepatan Polri dalam menye­le­saikan perkara-perkara korupsi besar semakin lambat. Kata Eva, mundurnya prestasi kepo­lisian dalam menindaklanjuti kasus-kasus korupsi dilatari ber­bagai macam faktor. Salah satu kendala menuntaskan per­kara korupsi besar seperti kasus di Kemendiknas ini, lanjut Eva, adalah faktor kepemimpinan.



Kepemimpinan Kapolri saat ini, nilai Eva, masih me­nun­juk­kan sejumlah titik lemah. Ada­nya celah seperti kurang cepat merespon penanganan perkara korupsi besar yang ma­suk, semakin diperparah mi­nim­nya sumber daya manusia (SDM) yang handal.

“Ini harus segera diperbaiki bila Polri tidak ingin terjebak po­litisisasi dari pihak luar,” saran politisi asal Jawa Timur ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar