Sabtu, 22 Oktober 2011

Bagaimana Tidak Macet.., Setiap 1 Km Berdiri Shoping Mall

JAKARTA, (Tribunekompas)
By: Parman.


- Tiga crane bergerak kesana kemari. Setiap gerakannya seakan merobek-robek langit. Besi berbentuk letter L itu bergerak mengangkut bahan-bahan bangunan dari bawah ke lantai 22.

Samar-samar terlihat dari kejauhan, para pekerja sedang melakukan pengecoran. Baru se­bagian lantai 22 yang sudah se­lesai dicor. Tampak pekerja masih sibuk memasang papan dan kayu untuk membentuk tiang pondasi di lantai ini.

Jika diperhatikan, ada sekitar empat bangunan menjulang di tem­pat ini. Satu bangunan berlan­tai 30 tampak sudah 90 persen. Ba­ngunan berwarna krem ini su­dah dipasangi dinding dan jen­dela. Selain bangunan yang baru mencapai lantai 22, ada satu ba­ngunan berukuran sedang yang sudah mencapai lantai 30.

Lantai 30 masih dalam tahap pe­ngerjaan pondasi dan penge­co­ran lantai. Baru sekitar 50 persen rampung. Bangunannya masing telanjang tanpa dinding. Tampak dua crane bekerja di bangunan ini.

Bangunan keempat hanya ber­lantai lima. Melekat bersama ba­ngunan yang masih berlantai 22. Meski tak tak tinggi, tapi ba­ngu­nan ini dibuat cukup luas. Mem­bentang hingga bagian be­lakang. Penyelesaiannya baru se­kitar 60 persen.

Jika dalam pembangunan ini, warga Jakarta akan disuguhi sho­pping malll baru. Kota Kasablan­ka namanya. “Complete Shopping. Enjoy eat in style, fashion, enter­tainment and fun”. Begitulah tema mall ini se­perti tertera di plang di depan lo­kasi. Tak lupa dicantum­kan no­mor telepon, bagi yang ber­­minat membuka bisnis di situ.

Seperti beberapa mall di Jakar­ta, Kota Kasablanka juga dibuat me­nyediakan apartemen dan per­kantoran. Tujuannya agar kon­su­men bisa tinggal, bekerja, dan ber­santai di tempat yang sama.

Mulai 2012, DKI Jakarta mulai menerapkan moratorium pem­ba­ngunan mall. Untuk memperkuat keputusan ini dikeluarkan

Instruksi Gubernur (Ingub) ten­tang Moratorium Pemberian Izin Pembangunan Pusat Per­be­lan­jaan, Pertokoan/Mall Dengan Luas Lahan Lebih Dari 5.000 Meter Persegi.

Salah satu alasan dikeluarkan Ingub itu untuk mengurangi ke­ma­cetan di ibukota akibat men­jamurnya mall di pinggir jalan-ja­lan protokol.

Ada tujuh mall yang tertunda pem­bangunannya dengan pem­berlakukan moratorium in. Mall-mall itu tersebar di lima wilayah kota administrasi. Di Jakarta Ba­rat dengan dua mall, Jakarta Sela­tan dua mall dan Jakarta Utara satu mall serta Jakarta Timur dua mall.

Penelusuran Tribunekompas, mulai dari Jalan Casablanka sam­pai Jalan Sudirman ada tiga mall dalam tahap pembangunan. Ya­itu, Kota Kasablanka, Kuningan City, dan Ciputra World.

Jarak antar mall yang satu de­ngan yang lainnya hanya satu ki­lometer. Jika ketiga mall ini jadi kelak, akan ada empat mall dalam jarak berdekatan. Sebelum di depan Mega Kuningan sudah berdiri Mall Ambassador.

Bergeser ke Kuningan City, ba­ngunan fisik di tempat ini 70 per­sen rampung. Bangunan ini ber­diri berjarak 50 meter dari Mall Am­basador. Kuningan City ter­bagi ke dalam empat bangunan. Bangunan pertama, didesain berbentuk lonjong. Jika dihitung, bangunan ini totalnya terdiri dari 50 lantai. Sekitar setengahnya su­dah dipasangi dinding kaca ber­warna hijau. Nantinya bangunan ini berfungsi sebagai gedung perkantoran.

Bangunan kedua di sisi kiri bangunan pertama terdiri dari 10 lantai. Berfungsi sebagai mall. Ba­ngunan ini secara tidak langsung akan menjadi pesaing Mall Am­basador. Bangunan ini dalam tahap pemasangan dinding kaca.

Bangunan ketiga dan keempat berada di bagian belakang. Ba­ngunan ini dijadikan apartemen. Masing-masing terdiri dari 50 lantai. Satu bangunan tampak sudah selesai dipasangi dinding. Satu bangunan lagi masih dalam proses pemasangan dinding di lantai atas.

Aktivitas pembangunan juga terlihat di Ciputra World. Masih tahap pembangunan tiang dari lantai ke lantai. Dari gerbang yang terbuka, terlihat tumpukan besi baja yang memenuhi lahan yang dijadikan mall. Ciputra World memiliki konsep malll re­tail, restaurant dan cafe, au­di­to­rium, perkantoran, residences, apar­temen dan museum.

Ciputra World terdiri dari em­pat bangunan menjulang yang ter­integrasi dengan mall yang ter­diri dari 10 lantai di bagian ba­wah­nya. Pengamatan Tribunekompas, sudah sekitar 25 lantai yang sudah dibangun. Tapi jum­lah lantainya tampaknya tak akan berhenti sampai di situ, pe­nger­jaan masih terus berlangsung.

Ketiga mall ini tampak berlom­ba untuk merampungkan pem­ba­ngunannya. Hal itu bia dilihat dari aktivitas pembangunan yang digeber siang dan mallam. Pada mallam hari, puluhan truk pe­ngang­kut semen berdatangan. Lampu sorot dinyalakan untuk memudahkan aktivitas pekerja. Deru-deru mesin terdengar me­me­cah keheningan mallam.

Sehari-hari Jalan Satrio yang mengarah ke Karet Sudirman menjadi langganan macet. Ke­macetan dimulai sejak underpass (terowongan) Casablanca.

Kemacetan di kawasan ini ma­kin menggila sejak proyek pem­bangunan fly over Kampung Me­layu-Tanah Abang dimulai. Ruas jalan yang bisa dilalui ken­daraan menyempit karena proyek ini.

Pelaksana Harian Kepala Di­nas Pengawasan dan Penertiban Bangunan (P2B) DKI Jakarta, Wiriyatmoko menuturkan, kebe­radaan pusat perbelanjaan atau mall kerap menjadi biang kerok ke­macetan di ibukota.. Hal ini men­jadi salah satu alasan Pem­prov DKI Jakarta menghentikan sementara penerbitan perizinan (moratorium) mall hingga 2012.

“Dari hasil evaluasi ini, me­mang kebijakan moratorium ini salah satunya dilihat dari sisi ke­macetan yang diakibatkan dari pu­sat perbelanjaan tersebut,” kata dia.

Menurutnya moratorium itu saat ini telah mulai diterapkan. Pi­haknya sudah tidak lagi me­nge­luarkan izin pembangunan mall. “Kajiannya kami buat dengan meng­gandeng Universitas Ga­djah Mada,” kata Wiriyatmoko yang juga menjabat sebagai Ke­pala Dinas Tata Ruang ini.

Ada beberapa wilayah yang ma­sih diperbolehkan pemba­ngu­nan mall. Yakni di Jakarta Timur dan di pinggiran kota (di luar Ja­karta Outer Ring Road). Se­men­tara di pusat kota hanya di­izin­kan di sepanjang Jalan Dr Satrio (Casablanca) yang per­un­tu­kan­nya memang untuk kawasan bisnis.

Wiriyatmoko tidak menampik jika pertumbuhan pusat belanja di Jakarta cukup pesat. Ia menyebut, setiap tahun bisa tiga hingga empat mall baru berdiri. Tak ayal ini mengukuhkan Jakarta sebagai kota yang memiliki pusat per­belanjaan terbanyak di dunia.

Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Dae­rah (Bappeda) DKI Jakarta Sar­wo Handayani menyambut baik moratorium pembangunan mall ini. Menurut dia, kondisi Jakarta sudah tak memungkinkan lagi ada penambahan mall.

“Kebijakan moratorium ini tidak berlaku surut. Jadi, bagi yang sudah dapat izin sebelum ucapan lisan Gubernur mengenai mo­ratorium muncul, silakan te­ruskan pembangunannya. Na­mun, bagi yang sedang me­minta izin setelah ucapan mo­ratorium keluar, izin tak akan tu­run,” ujar Yani.

Menurut dia, pembangunan mall atau pusat perbelanjaan ditem­patkan di kawasan terpadu, misalnya di Sentra Primer Barat atau Sentra Primer Timur. Sebab, sebenarnya, keberadaan pusat perbelanjaan tidak mengganggu selama letak lokasinya tersebar.

Untuk menunjang penyebaran pusat perbelanjaan, Pemprov DKI Jakarta juga melengkapinya dengan sarana dan fasilitas, mi­salnya jalan akses Casablanca yang memiliki fungsi meng­hu­bungkan pusat perbelanjaan Sentra Primer Barat dan Sentra Primer Timur.

Data yang dihimpun, saat ini terdapat 564 pusat perbelanjaan di wilayah DKI Jakarta. Per­in­cian­nya, 132 pusat perbelanjaan dikategorikan sebagai mall serta 432 sisanya masuk kategori swalayan, hypermarket, pusat gro­sir, pertokoan, dan pasar tra­disional. Paling banyak di Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan.

2012, Dibuka Lima Mall Baru

Mall baru tetap akan berdiri di Jakarta walaupun sudah diber­la­kukan moratorium. Sebab, izin pem­bangunannya sudah di­kan­tongi sebelum keluar kebijakan penghentian itu.

“Izin yang sudah keluar untuk mall sudah banyak. Jadi yang kena moratorium itu mall yang belum dapat izin. Kalau yang sedang da­lam proses pemba­ngu­nan tetap dilanjutkan,” kata Ketua Umum APPBI Stefanus Ridwan.

Ia menambahkan moratorium izin pembangunan mall me­ru­pa­kan ide bagus. Pengembang sa­ngat mendukung keputusan ter­sebut. Tapi ia tak setuju jika Ja­kar­ta sudah jenuh terhadap mall.

“Yang jenuh itu Pusat dan Se­latan. Sedangkan Timur dan Ba­rat masih bisa dikembangkan. Ter­utama di Timur,” kata Stefanus.

Pada 2010, empat mall berdiri di Jakarta. Yakni Epicentrum Walk, Grand Paragon Gajah Mada, Ci­bubur Square dan Mall Gandaria.

Empat mall itu memiliki luas 166.000 meter persegi. Mem­berikan tambahan baru 4,4 persen bagi ruang ritel di Jakarta. Saat ini ruang ritel yang di ibu kota sudah mencapai 3,92 juta meter persegi.

Sementara untuk tahun 2011 akan ada tambahan pasokan tiga mall baru yakni MT Haryono Squa­­re, Kuningan City dan Kota Kasa­blanka yang diperkirakan mem­berikan tambahan luas sek­tor ritel 155.000 meter persegi. Angka ini me­nurun dibanding 2010.

Pada 2012 diperkirakan per­tum­buhan mall di Jakarta me­nga­lami kenaikan. Akan ada tam­ba­han suplai sampai 196.000 meter persegi. Beberapa mall yang di­ren­canakan akan berdiri di 2012 yaitu Kemang Village, Ciputra World Jakarta, Green Tebet Food Cen­ter dan kemungkinan Galeria Glodok atau Citylofts.

Menumpuk di Tengah Kota


Tujuh mall di Jakarta tidak bisa mendapatkan izin pem­bangunan. Pasalnya, Peme­rin­tah DKI telah mengeluarkan moratorium pusat belanja di atas 5.000 meter persegi.

Penghentian izin ini juga per­lu diberlakukan untuk mi­ni market yang menjamur di pe­mukiman penduduk dan me­ngancam pasar-pasar tra­disional.

Sekretaris Komisi B (bidang perdagangan) DPRD DKI Jakarta, Thamrin mengatakan Keberadaan mini market juga menimbulkan masalah jika me­nyalahi peruntukan dan ber­dekatan dengan lokasi pasar tradisional.

“Minimarket dan usaha se­jenis menjamur. Banyak pe­lang­garan, makanya kita Pan­sus-kan,” ujar dia.

Menurut Thamrin, Pansus Minimarket DPRD DKI telah bekerja cukup jauh. Saat ini sudah memasuki pembahasan kata akhir yang akan dijadikan rekomendasi.

Apa rekomendasinya? Kata Thamrin, Pansus akan mere­komendasikan agar gubernur menggusur bangunan yang me­langgar dan digunakan se­bagai mini market.

“Terutama mini market yang berjarak 500 meter dari pasar tradisional. Jumlahnya puluhan dan sangat mengganggu pasar tradisional,” tandas pria yang juga anggota Pansus Minimarket DPRD DKI itu.

Apa perlu moratorium izin mini market? Menurut Thamrin, DPRD tengah membahas revisi Perda Perpasaran. “Kita lihat dulu bagaimana hasilnya. Nanti bisa saja kita mengusulkan gubernur memberlakukan moratorium izin mini market.”.

Wakil Ketua DPRD DKI Ja­karta Sayogo Hendrosubroto ber­pendapat moratorium izin mall sudah selayaknya diterapkan. Ia menilai, jumlah pusat belanja dan mall di Jakarta sudah berlebihan.

Apalagi, dalam pemba­ngu­nan­nya kurang memperhatikan per­timbangan faktor lalu lintas. “Am­dal lalu lintas sering dito­le­ransi. Akibatnya timbulkan ke­macetan,” tuturnya.

Ke depan, sambung Sayogo, pem­bangunan pusat perbelanjaan dan mall sebaiknya di pinggiran kota. Sehingga arus lalu lintas ti­dak hanya tertumpu di tengah kota. “Sekarang ini semuanya be­ra­da di tengah kota,” ucapnya.


Kata Polisi, Mall Ini Biang Macet


Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya mengeluarkan data mengenai pusat perbelanjaan yang jadi penyebab kemacetan. Berikut ini datanya:


Jakarta Utara


ITC Mangga Dua

Mall Kelapa Gading

Mall Sunter

Pluit Village

Pasar Pagi Mangga Dua

WTC Mangga Dua

Mall Artha Gading

Sports Mall Kelapa Gading

Kelapa Gading Trade Center

Mall of Indonesia (MOI)

Emporium Pluit Mall

La Piazza

Koja Trade Mall


Jakarta Timur


Kramat Jati Indah

Cibubur Junction

Tamini Square


Jakarta Barat


Mall Ciputra

Mall Taman Anggrek

Slipi Jaya Plaza

Central Park


Jakarta Pusat


ITC Cempaka Mas

Grand Indonesia Shopping Town Plaza Atrium

ITC Roxy Mas

Blok A Tanah Abang


Jakarta Selatan


Cilandak Town Square

Blok M Plaza

Mall Ambassador

Pasaraya Manggarai

Plaza Semanggi

Pejaten Village

Gandaria City

FX Plaza.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar