Rabu, 05 Oktober 2011

DPR Pertanyakan Data BPH Migas

JAKARTA, (Tribunekopas)
By: Tommy.


- Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) mengklaim tingkat penyalahgunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sudah berkurang. Namun, data itu dipertanyakan sejumlah kalangan.

Kepala BPH Migas Tubagus Haryono menyatakan, penya­lahgunaan BBM bersubsidi tahun ini cenderung menurun dibanding tahun lalu.
“Tahun ini relatif menurun pe­nyalahgunaannya. Kalau tahun lalu bahkan dua tahun lalu sampai 500-an kasus, kemudian berku­rang menjadi 300. Tahun ini tidak sampai 200 kasus,” ujar Tubagus.

Berkurangnya penyalahgunaan BBM tersebut, menurutnya, dipe­ngaruhi oleh operasi dan penga­wasan terus menerus yang dila­kukan BPH Migas bekerja sama dengan pihak terkait lain.

Selain itu, Tubagus mengaku sudah membentuk Tim Koor­di­nasi Penanggulangan, Penya­lah­gunaan, Penyediaan dan Pen­dis­tribusian Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi (TKP4 BBM).
Berdasarkan data BPH Migas, sejak 1 Januari hingga 30 Sep­tem­ber 2011, realisasi BBM ber­sub­sidi sudah mencapai 30.767.194 KL (kiloliter) atau 102,6 persen lebih tinggi di­banding kuota bulan yang sama.

Premium, realisasi konsumsi 18.801.280 KL dari kuota yang ditetapkan 24.539.000 KL atau sudah 76,62 persen yang ter­dis­tribusi. Untuk solar, realisasi konsumsi 10.628.474 KL dari jumlah kuota 14.155.000 KL atau sudah 75,09 persen yang terdistribusi.

Kerosene atau minyak tanah, untuk realisasinya sudah men­capai 1.337.440 KL dari kuota yang ditetapkan 1.800.000 KL atau sudah 74,3 persen yang terdistribusi.
Untuk diketahui, total kuota BBM bersubsidi berdasarkan Anggaran Pendapatan dan Be­lanja Negara Perubahan (APBN-P) 2011 sebesar 40,49 juta KL.
Terkait dengan kelebihan ter­sebut, Tubagus mengatakan, pihaknya akan mencoba terus menekan kelebihan distribusi BBM bersubsidi tersebut.

Dia berpendapat, jika ke­le­bih­an itu diakibatkan penya­lah­gu­naan, pihaknya akan bertindak. Tapi, kalau akibat peningkatan konsumsi yang signifikan akibat bertambahnya kendaraan ber­motor atau akibat infrastruktur yang kurang memadai, itu di luar kendali BPH Migas.
“Sepanjang itu di bawah ken­dali BPH Migas kita akan terus lakukan pengawasan,” janjinya.

Tubagus mengatakan, tanpa me­lakukan upaya-upaya penga­wasan konsumsi BBM akan me­lebihi kuota. Selain masalah penya­lah­gunaan, kelebihan kon­sumsi juga diakibatkan tingginya dispa­ritas harga antara BBM bersubsidi de­ngan non subsidi. Kondisi ini menyebabkan bera­lihnya peng­guna pertamax ke premium.

Anggota Komisi VII DPR Sohibul Iman mengatakan, seha­rusnya penurunan penyalah­gu­naan BBM bersubsidi dibare­ngi dengan terpenuhinya target kuota BBM yang telah ditentukan pe­merintah dan DPR. “Kita me­minta BPH Migas untuk mela­kukan pengawasan,” katanya.
Sohibul mengatakan, masih terjadinya penyelundupan BBM disebabkan tingginya dis­paritas harga antara pertamax dan premi­um. Sebab itu, pihaknya memper­tanyakan data BPH Mi­gas tersebut.

Apalagi, saat ini harga per­ta­max terus mengalami kenaikan yang menyebabkan penggunanya beralih menggunakan premium. Untuk mencegah hal tersebut, pemerintah sebaiknya segera melakukan pengaturan.

Hal yang sama disampaikan pengamat migas dari Pusat Studi Kebijakan Publik (Puskepi) Sof­yano. Dia juga mempertanyakan data BPH migas soal ber­ku­rangnya angka penyalahgunaan BBM bersubsidi.
“Jika penyelundupan ber­ku­rang harusnya konsumsi BBM bersubsidi bisa ditekan,” ujarnya.

Namun, lanjutnya, yang terjadi saat ini konsumsinya masih tinggi dan sudah melebihi kuota yang dite­tapkan. Menurut Sofyano, jika penyelundupan berkurang, me­ngapa dalam APBN-P kuota­nya ditambah.

Ia juga mempertanyakan, apa­kah angka penurunan jumlah penyalahgunaan itu termasuk di daerah tambang dan industri. Sebab, kedua daerah tersebut pa­ling tinggi tingkat penye­le­we­ngannya. “Apalagi Menteri ESDM pernah bilang tingkat penyalahgunaan BBM subsidi tahun ini masih tinggi,” katanya.
Untuk diketahui, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Darwin Zahedy Saleh menyalahkan industri per­tam­bangan dan perkebunan yang menjadi pelaku penyelewengan BBM bersubsidi.

“Penyelewengan masih terjadi karena mereka yang menurut Undang-Undang sebenarnya tidak berhak atas BBM ber­sub­sidi, terutama dari industri per­tambangan dan perkebunan ma­sih membeli dengan meng­gu­nakan truk, jerigen dan se­ba­gainya,” ujar Darwin.
Menurutnya, penindakan pe­nyelewengan BBM subsidi akan menjadi fokus utama agar kuo­tanya tidak melebihi kuota yang ditetapkan. Selain itu, pihaknya juga akan bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri serta memberdayakan peran Peme­rintah Daerah (Pemda).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar