Minggu, 23 Oktober 2011

Takut Skandal Century Terulang, DPR Terbitkan Otoritas Jasa Keuangan di 2012

JAKARTA, (Tribunekompas)
By: Tommy.


- Guna mencegah terjadinya kasus Bank Century, DPR memastikan Rancangan Undang Undang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan diterbitkan pada 2012 nanti. Pengawasan perbankan nanti menjadi satu atap.

Bank Indonesia (BI) hanya di­fo­kuskan pada sistem pem­ba­yaran dan moneter. Pengamat ekonomi dari Uni­versitas Gajah Mada (UGM), Ichsanuddin Noorsy menyambut baik ke­se­riusan DPR terhadap RUU OJK. Dengan disahkan OJK, maka kewe­nang­an penga­wasan BI terhadap per­bankan tidak ada lagi. “Peng­awasan cu­kup satu pintu. BI cukup mem­fo­kuskan pa­da ke­bija­kan moneter dan pembayaran,” tegas Noorsy saat dihubungi di Jakarta, kemarin.

Noorsy juga mengingatkan, dalam proses transformasi ter­sebut, otoritas perbankan untuk berhati-hati khususnya dalam melakukan transformasi sistem, lembaga dan anggaran. ”Tiga poin itu sangat krusial, kalau transformasinya tidak hati-hati ya sulit,” ingat dia.

Wakil ketua komisi XI DPR dari Demokrat, Achsanul Qosasih mengatakan, OJK akan diterb­it­kan menjadi Undang Undang pada awal 2012 dengan masa trans­formasi antara bank dan non bank selama dua tahun.”Masa transformasi ini diberikan untuk penyesuaian bank dan non bank terhadap UU OJK. Sehingga ta­hun 2013, sudah mulai bekerja,” terang politisi asal Madura ini.

Disisi lain, lanjut Achsanul, ke­beradaan OJK juga un­tuk mencegah terjadinya prak­tik tran­saksi produk bodong antar per­bankan. Dan yang penting, agar tidak terjadi skandal perbankan seperti di Bank Century.

“Praktik kongkalingkong di industri perbankan cukup besar, lantaran sistem pengawasan yang dilakukan tidak satu pintu. Se­perti kasus Century, pengawasan, kebijakan dan keputusan semua di­lakukan oleh BI. Ini salah sub­tansi dari OJK sebagai reformasi diperbankan,” kata Achsanul.

Achsanul mengungkapkan, pemerintah dan Panitia Khusus (Pansus) DPR RI RUU OJK telah menyepakati satu pasal krusial yang menjadi sumber silang pendapat, yakni soal komposisi Dewan Komisioner OJK. Kese­pakatan itu diambil dalam rapat kerja DPR dengan pemerintah, Rabu malam (19/10).

Dari kesepakatan itu, lanjut Achsanul, jumlah Dewan Ko­misioner OJK berjumlah sem­bilan orang. Tujuh orang hasil penetapan DPR atas usul pre­siden, ditambah dengan dua anggota ex officio dari Kemen­terian keuangan dan BI. Dua wakil dari BI dan Kementerian Keuangan mempunyai hak suara (voting rights).

DPR meminta dua ex officio tersebut memiliki hak suara agar Dewan Komisioner OJK bisa mengetahui tanggapan dari para pelaksana perekonomian terse­but. “Harapannya Dewan Komi­sioner OJK bisa mengantisipasi kri­sis atau kejadian di sektor mo­neter dan fiskal,” kata Achsanul.

Wakil Ketua Komisi XI DPR dari Fraksi Golkar Harry Azhar Aziz, tidak ada alasan bagi BI untuk menolak putusan ini. “OJK adalah amanat dari Undang Un­dang BI No 3 tahun 2004, pasal 34 ayat 1 yang harus dihormati dan dijalankan. Sehingga penga­wasan dilakukan dalam satu pintu dan menjada independensi per­bankan ,” tegas Harry.

Deputi Gubernur Bank Indo­nesia, Halim Alamsyah pernah mengatakan, BI kurang sepen­dapat dengan penghapusan fungsi pengawasan di BI. Dia menyebut, ada dua alasan kenapa penga­wasan itu perlu ada di BI. Per­tama, pengawasan sektor ke­uangan dekat dengan stabilitas moneter. Kedua, bila terjadi gangguan pada sistem keuangan, dampaknya akan berimbas ke sektor moneter.

Dia menjelaskan, pengertian tugas mengawasi bank dalam ru­musan pasal 34 ayat (1) un­dang-undang itu perlu dipahami da­lam arti luas. Yaitu, pe­nga­wasan bank merupakan ba­gian integral dari pencapaian dan pelaksanaan tugas bank sentral sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 dan 8 undang-un­dang yang sama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar