Rabu, 05 Oktober 2011

Indonesia Dipuji Sukses Tanggulangi Terorisme

JAKARTA, (Tribunekompas)
By: Anto.


- Setelah meninggalkan Indonesia lebih dari 10 tahun, bekas Duta Besar Australia untuk Indonesia John McCarthy kembali ke tanah air. Tapi bukan sebagai dubes, melainkan untuk menghadiri Australia-Indonesia Dialogue (IAD) yang pertama.

Apalagi saat di­ta­nya mengenai Indonesia saat ini. McCarthy mengaku terus me­ng­ikuti perkembangan situasi po­litik di tanah air karena In­do­nesia me­rupakan salah satu mitra pen­ting Australia di Asia maupun dunia. Namun, dia memberikan pu­jian tinggi terhadap apa yang te­lah dilakukan SBY selama be­be­rapa tahun belakangan dalam aksi penumpasan terorisme.

“Ada pengurangan aktivitas teroris di Indonesia dalam lima ta­hun ter­akhir. Saya pikir penum­pasan te­roris di Indonesia sangat baik dan penanganannya cukup cepat. Ber­beda dengan beberapa negara di Timur Tengah, di mana teroris­me masih tumbuh dengan subur,” tutur pria yang ngepos di Jakarta pada 1998-2001 itu.

Atas kesempatan yang dibe­ri­kan Australia kali ini, McCarthy mengaku sangat senang, karena bisa kembali ke negeri ini. Dia mengaku masih harus belajar lagi tentang negeri ini. Pasalnya se­menjak kepergiannya, Indo­nesia sudah banyak mengalami perubahan.

“Saat saya di sini pada awal era reformasi, kondisinya sangat sulit karena negara ini mulai meng­alami perubahan besar, terutama pasca kejatuhan Presiden Soe­harto. Kondisi ini juga sempat mempengaruhi hubungan bila­teral antara Indonesia dan nega­ra-negara lain,” kisahnya.

McCarthy, yang saat ini ber­kip­rah sebagai National President Australian Institute of Inter­na­tional Affairs, mengatakan pentingnya dialog kedua ne­gara. Menurut McCarthy, dari dialog ini masyarakat Aus­tralia dan Indonesia dapat lebih sadar dengan perubahan yang terjadi.

“Karena ada pertukaran ide tentang hal-hal yang belum per­nah dibahas antara Indonesia dan Australia,” terangnya.

IAD adalah sebuah pertemuan delegasi dua negara. Pesertanya beragam. Dari politisi, para pe­bis­nis serta ilmuwan bisa mem­bagi idenya di sini demi ke­ma­juan hubungan kedua ne­gara di masa yang akan datang.

“Sebelumnya Australia pernah mengadakan dialog serupa se­perti sekarang, tetapi ruang ling­kup dialog sebatas dunia bisnis, antara universitas dan think tank saja. Saya rasa dialog ini me­miliki jangkauan yang lebih luas,” terangnya.
Tak lupa dia mencontohkan dengan pengalaman pribadinya. “Saat saya kembali lagi ke negara ini 10 tahun kemudian, saya me­lihat adanya perubahan yang sa­ngat besar. Dengan desen­tralisasi dan konstitusi baru. Pe­rubahan itu terjadi sangat cepat dan sig­nifikan,” ucapnya.

“Jika kita melihat kembali ke be­lakang, banyak sekali ke­mungkinan kedua negara bentrok satu sama lain. Ini berarti ada ke­biasaaan Autralia melihat In­do­nesia sebagai negara yang ber­pandangan lama (old fas­hioned). Australia tidak mengerti pe­ru­bahan yang terjadi di Indo­nesia begitu juga sebaliknya,” katanya.

McCarthy juga mengenang masa-masanya di Indonesia. Mes­­ki saat dia bekerja dulu Indo­nesia tengah menghadapi sebuah masalah besar di dalam pe­me­rintahannya, McCarthy mengaku enjoy di sini. Bertugas di Jakarta baginya adalah pengalaman yang tidak dapat dilupakan.

“Saya berada di sini pada era empat presiden, yaitu Soeharto, B.J. Habibie, Gus Dur dan Me­gawati. Namun, saat saya masih bekerja di sini, Megawati masih menjabat sebagai Wakil Presiden. Saya pikir ini pengalaman yang sangat bagus,” bangganya.
“Selain itu, karena situasinya cukup sulit pada awal era re­for­masi, saya harus bekerja intens untuk membangun hubungan kuat antara kedua negara. Me­nang pengalaman yang sangat berharga,” kenang pria yang pernah bertugas di Vietnam, Mek­siko, Thailand, Amerika Se­rikat, Jepang dan India itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar